Rumah yang Tak sempurna

Yulian Juli
Chapter #13

13. Mengalah Lagi

“Mama udah ketemu kontrakannya.” Faisal terkejut dengan ucapan Desi yang langsung pada inti. “Mama udah bilang sama yang punya rumah, kita pindahan malam minggu ini. Kan Papa libur.”

“Siapa bilang Papa mau ikut pindah?!” kesal Faisal langsung. Sudah lelah pulang bekerja, baru juga seteguk air diminum, makan malam belum ditelan, ternyata sudah harus menghadapi sifat keras Desi.

“Maksud Papa?” Desi tak kalah kaget.

“Papa kan udah bilang, mulai sekarang apapun yang Mama mau lakuin, Mama lakuin aja sendiri!”

“Pah! Kok Papa jadi gini, sih?!”

“Papa udah turutin ya maunya Mama buat jual rumah ini. Sekarang kalo Mama mau Papa ikut ngontrak, Papa enggak bisa!”

“Tapi, Pah. Masa iya kita tinggalnya misah?”

“Terserah!”

“Enggak! Mama enggak mau! Pokoknya Papa harus ikut pindah!”

Letih sekali rasanya. Bukan mereka, tapi Amel, yang terganggu fokusnya menonton televisi. Menangkap suara TV yang bercampur dengan kegaduhan orangtuanya membuat Amel harus pasang telinga kuat-kuat memilah mana suara dialog antara tokoh Lee Yeoung-jae dan Han Ji-eun dan mana dialog Faisal dan Desi yang sama-sama sedang kumat emosi. Kalau volume TV dibesarkan juga percuma, suara ibu bapaknya akan menyusul ikut besar.

“Ngeyel banget sih jadi orang!” bentak Faisal. Makin kesal saja mendengar rengekan Desi.

“Ya Mama enggak mau kita pisah rumah Pah …, enggak mau! Mama takut kalo berdua Amel, doang.”

“Yang mau pindah siapa?!”

“Engga Pah, engga …”

Pertengkaran Faisal dan Desi di depan mata Amel jelas sudah membuat gadis itu bosan. Berkali-kali sudah pertengkaran itu telah menjadi tontonan mengenyangkan buatnya. Bertahun-tahun tumbuh dengan kondisi keluarga yang mudah menampilkan pertengkaran di depan anak, jelas tidak bisa dibilang enak. Kadang Amel bertanya-tanya, apa susahnya sih, bertengkar di belakang matanya? Amel rasa ruang yang terbatas tak bisa menjadi alasan. Kalau perlu cari saja arena luar, lapangan bola terdekat sudah tersedia. Fiuh, sampai akhirnya Amel sadar, kalau ini lebih tepat disebut ego yang sulit dikendalikan.

"Masa bodo, masa bodo, masa bodo!" Amel berteriak, tapi cukup di dalam hatinya. Meski ia sekarang lebih berani kalau harus ikut campur pertengkaran orangtuanya, tapi Amel pikir sikapnya lebih baik seperti biasanya sajalah, menahan diri untuk tak usah sebagai anak ikut mendramatisir, tak usah berniat sok pahlawan berusaha menengahi. Dilihat saja, dinikmati saja nyanyian amarah mereka, nanti juga akan baikan sendiri.

Lihat selengkapnya