“Nunggu pacarnya kalih …?”
“Bukan Bu, temen.”
“Masa kalo temen sampe mau jauh-jauh nganterin. Pacarnya kalih …?”
Kemal menggaruk-garuk kepalanya, tak tahu lagi bagimana menghadapi seorang wanita paruh baya di depannya yang merupakan pedagang bubur kacang hijau di sebuah ruko kecil.
Heran Kemal, dari tadi ibunya berusaha mengorek terus dia sekolah dimana dan ada keperluan apa bisa sampai Jakarta dari Bogor. Sudah dijawab mengantar sekaligus menunggu teman menemui ayahnya yang bekerja di salah satu kantor depan, eh malah Si Ibu Warung tambah ingin mengorek lagi tentang hubungan pribadinya. Sudah dijawab hanya teman oleh Kemal, tetap saja ia tak percaya.
Awalnya Kemal malu-malu digoda sedang menunggu pacar, tapi lama-lama risi juga.
“Temennya perempuan, kan?” dari tadi menggoda si ibu malah baru memastikam jenis kelamin teman Kemal.
“Iya, Bu.”
“Tuh, kan! Bener ini, situ lagi nungguin pacarnya kalih …”
Kemal membuang nafas panjang.
“Udah sih, Mak! Penasaran banget sama urusan orang.” Sebuah suara muncul dari dalam. Perempuan muda, tampak sedikit lebih tua dari Kemal. Mendengarnya memanggil Ibu Warung membuat Kemal menduga kalau itu anaknya. Jadi merasa beruntung Kemal karena jawaban Si Anak cukup membantunya menghadapi omongan Ibu Warung.
“Mak cuma penasaran doang, emang gak boleh?”
“Ya enggak boleh, Bu! Ibu nggak sadar kalo Ibu udah ngeganggu?!” Kemal rasanya ingin menimpali, sayang cuma berani di dalam hati. Ia tidak ingin sampai ribut dengan ibu-ibu, takut kualat.
Sambil mengambil sebuah serbet di atas etalase Indomie Si Anak berkata pada Kemal, “Maaf ya, ibu saya emang demennya gitu. Katanya buat bahan cerita ke pelanggan di rumah.”
Terkejutnya Kemal, yang rupanya hampir saja jadi bahan omongan satu kampung. Tersenyum tawar dirinya, mengangguk menunjukkan bahwa ia bisa maklum.
“Hari gini kalo enggak punya cerita seru mana bisa dideketin banyak pembeli.” Ibu pedagang mulai mengoceh. “Dibilang enggak seru nanti, kalo cuma dagang doang. Kemarin aja Mbak Sum udah nanyain Emak bawa cerita apa. Lumayan kan kalo udah pada ngumpul sambil ngegibah, sekali keliling bubur Emak bisa abis dua panci.”
Kemal makin tak paham, ciptaan Tuhan seperti apa sebetulnya yang ada di depannya sekarang dengan segala pemikirannya? Apakah sejenis ibu-ibu pedagang biasa? Atau wartawan infotaiment yang menyamar menjadi penjual bubur?
“Emang cerita karyawan Bank depan yang katanya kawin lagi udah basi?” balas Si Anak yang sekarang sibuk mengelap mangkok-mangkok basah. Tanpa ia sadar Kemal lagi-lagi dibuat terkejut. Tak habis pikir kehidupan pribadi karyawan yang bekerja di kantor sana menyebar hingga ke warung-warung.
“Ah! Enggak jelas gitu bener apa enggak. Pasti kebangetan rapih nutupinnya. Padahal seru loh itu.”