Rumah yang Tak sempurna

Yulian Juli
Chapter #24

24. Habis Numpang Terbitlah Membeli

“Tumben sampai abis magrib gini, Mel?” baru sampai rumah Amel sudah disuguhkan oleh pertanyaan Desi yang keheranan.

“Sabtu ada tanding, Mah. Kakak kelas pingin hasilnya maksimal, jadi hari ini harus latihan penuh,” jawab Amel lagi-lagi dengan bumbu kebohongan. Sengaja ia tak menatap ibunya, duduk sibuk membuka kaos kaki yang hendak ia selipkan di sepatunya yang akan ia biarkan berjejer di depan pintu.

Desi lekat menatap Amel. Merasa ada yang berbeda dari anak itu. Suara Amel terdengar bindeng dan pembawaan dirinya lesu. Perlu beberapa saat Desi menunggu, hingga akhirnya Amel selesai dengan sepatunya, berdiri kembali lalu berbalik badan ingin melewati Desi untuk menuju kamar mandi. “Kamu habis nangis, Mel?” terka Desi akhirnya usai mendapati wajah Amel penuh.

“Kelilipan aja, Ma.”Sikap Amel acuh tak acuh. Tak ingin dicurigai ibunya, ia bergegas mengambil langkah, namun tanpa diduga Desi buru-buru menahannya.

“Dari mana kamu tadi?” tembak Desi. Dahinya sudah berkerut menatap Amel tajam. “Kamu bohongin Mama, Kan?”

Kaget bukan main Amel. Ternyata setajam itu insting ibunya.

“Jawab Mama, Amel. Kamu bilang kamu latihan Voli, tapi kamu enggak bawa baju olah raga. Mama lihat baju olah raga kamu di keranjang baju kotor.”

Ah! Amel baru sadar sekarang kalau taktiknya tak sempurna. Bocor sudah kebohongannya. Mau lari pun Amel pikir percuma. Menutup satu kebohongan dengan kebohongan lain akan semaki membuat ibunya bersikap menjadi seperti detektif. Nantinya Amel pasti akan pusing sendiri.

“Hah! Kamu ketempat Papa?!” tak kalah dibuat kaget Desi oleh Amel. Satu sisi kesal Amel pergi tanpanya sejauh itu, satunya lagi merasa lega karena ia bisa kembali ke rumah dengan selamat. Akan tetapi bukan berarti Desi tak ingin marah. “Kalau kamu mau ketemu Papa, Mama bisa antar kamu!”

“Tadinya Amel mau bikin kejutan buat Mama. Amel mau pulang bareng Papa, tapi …” Amel tertunduk lesu. Sebegitu mudahnya air mata itu jatuh lagi di pipinya. Tak mampu menahan diri untuk sebentar saja cukup tertanam di hati.

Desi tahu apa yang ingin Amel ucapkan. Tentu itu adalah penolakan Faisal. Ada rasa kecewa di hati Desi, kenapa Faisal tak ingin menuruti keinginan anaknya sendiri? Apakah benar kata-kata keji yang Faisal pernah katakan padanya adalah suatu tanda bahwa Faisal tak akan pernah kembali? Haram untuk mereka bersama.

“Gara-gara Mama semua jadi kayak gini!” kalimat itu keluar lagi dari bibir Amel. Berteriak dengan tangisnya tak peduli siapa pun dapat mendengar. Kata-kata yang sungguh membuat Desi tersudut, namun sulit ia patahkan.

“Amel …” Desi mendekat hendak memeluk Amel. Namun belum sempat ia merengkuh gadisnya, tepisan tangan itu membuatnya urung.

“Amel benci sama Mama! Amel benci! Gara-gara Mama kita pisah kayak gini! Gara-gara Mama Amel kehilangan Papa! Amel benci Mama!”

“Amel …”

Tak sedikit pun Amel peduli. Ia pergi melewati Desi, masuk ke kamar dan menutup kasar pintunya. Berkali-kali Desi mengetuk pintu untuk meminta waktu bicara, berkali-kali juga Amel menolaknya dengan keras. Kini boneka-boneka lucu di kamar gadis itu menjadi saksi, bagaimana ia terduduk lemah di depan pintu, meluapkan tangis dan kecewanya yang begitu besar.

Lihat selengkapnya