Desi tak ingin menyerah begitu saja. Usai ia tak dapat menemui Faisal, walau ia dirundung kecewa, marah dan sedih, ia masih ingin menemukan penjelasan bagaimana akta itu bisa dibuat. Maka setelah itu, orang yang hendak Desi temui adalah …
“Bang Hamdan lagi enggak ada di rumah, Mbak. Mending Mbak Desi pulang aja, deh.” Nurul menyambut kedatangan Desi yang telah menyampaikan maksudnya untuk apa mencari Faisal. Dari wajahnya tampak jelas Nurul malas melayani. Ekspresinya tak ramah seperti dulu, bahkan sekalipun ia tak mempersilakan Desi untuk masuk.
“Mbak tunggu sini dulu, ya,” ucap Desi lemah sambil menunjuk sebuah kursi di depan.
“Bang Hamdan lama biasanya, Mbak. Mending pulang, deh! Ngotot amat, sih. Nanti Nurul sampein ke Bang Hamdan kalo Mbak Desi nyariin.”
“Bisa ditelepon ke hapenya, Nur?”
“Enggak bisa. Dia kalo ada kerjaan enggak mau diganggu. Nanti malah Nurul yang kena omel.”
Desi terdiam tak berkutik. Ia sadar kini, bahwa Nurul memang enggan menerimanya. Menerima saja tidak, apalagi membantu menghubungkannya dengan Hamdan. Tak mengerti, Desi. Kenapa Nurul jadi dingin begitu? Mungkinkan ini karena permasalahannya dengan Faisal? Apa sebetulnya yang Nurul tahu sehingga terkesan sangat tak menyukainya?
Sekarang Desi bingung, apakah harus pulang dengan tangan kosong atau memaksa bertahan menunggu Hamdan di depan rumah?
Dalam kebimbangannya Desi mendengar roda pagar bergeser diikuti suara salam dari seseorang. Wanita itu lantas menoleh menjawab hampir berbarengan dengan Nurul. Rupanya itu Nanda yang baru saja pulang sekolah.
“Eh! Mama Desi.” Nanda tersenyum ramah sambil berjalan mendekat dan segera mencium tangan Desi. “Amelnya mana, Mah?”
“Enggak ikut, Nda. Mama kesini sendiri, mau ketemu Papi kamu.” Mendengar pembawaan Desi yang lesu dengan wajah kuyu, Nanda jadi merasa khawatir. Sekaligus penasaran, ada apa dengan Desi? Apa kesehatannya sedang terganggu?
“Papi? Um …, Papi katanya hari ini mancing di Bogor. Tunggu dulu aja, Mah. Sore juga udah balik. Kalo enggak sore paling abis magr –“ “Nanda! Masuk!”
Perintah lantang Nurul yang memotong kalimat Nanda begitu mengagetkan gadis itu dan juga Desi, yang merasa jawaban yang diberi Nanda berbeda jauh dengan ibunya. Mendengar Nanda menyebut Bogor, Desi bahkan langsung mengingat hal besar yang disembunyikan Hamdan di sana.