“Gue langganan di sini, Mel. Barangnya lucu-lucu, gue rasa cocok buat dikasih ke bokap lo.”
Di tempat berbeda di sebuah Mal di Bogor, Putri terlihat bersemangat menemani Amel untuk mencari barang-barang lucu yang terkesan manis dan romantis.
Jadi rencananya adalah, Amel akan menjadikan benda manis itu sebagai kado untuk Faisal yang minggu depan akan berulang tahun. Nantinya ia akan mengatakan pada Faisal bahwa kado itu dari Desi dan tak lupa menyisipkan juga surat berisi pesan cinta sekaligus permintaan maaf yang juga akan dia katakan bahwa surat itu ditulis oleh Desi.
Besar harapan Amel hati ayahnya akan luluh dan menikahi kembali ibunya. Kalau kado dan surat pertama itu nantinya ditolak, ia pastikan tidak akan menyerah. Ia akan lakukan lagi di hari lain, memberikan kado dan surat cinta atas nama Desi. Gadis itu percaya, sedikit demi sedikit salju di hati ayahnya pasti akan mencair.
Ternyata cukup sulit juga menemukan kado yang cocok, yang sesuai dengan niat Amel untuk menyatukan Faisal dan Desi. Berkali-kali mereka menyusuri benda-benda lucu yang terpajang, berkali-kali juga mereka gagal menemukan kekompakan menyukai. Ada kalanya yang Putri bilang bagus, Amel kurang suka. Adakalanya Amel suka, Putri kontra. Sampai akhirnya …
“Eh, ini lucu, nih!” sebuah pajangan sepasang boneka beruang mungil menggoda Amel. Beruang betina terlihat sedang memegang papan bertuliskan I Love You, sementara beruang jantan tampak berdiri sambil tersenyum di depannya.
Putri mengangkat pajangan itu dari raknya. Hati-hati ia memegang sambil memperhatikannya dengan teliti.
“Eh iya lucu! Pake baju pengantin, lagi. Ngegemesin banget, Mel.” Tak butuh waktu lama Putri pun sepakat.
“Gue beli ini aja kali, ya?”
“Bungkus …”
Akhirnya mereka mendapat benda yang kelucuannya mereka nilai sama. Tak lupa kotak kado dan kertas untuk menulis surat manis, Amel beli juga. Setelah di total, ternyata cukup menguras uang tabungannya selama sebulan.
“Lo harus cari contohnya dulu, surat cinta yang manis kayak gimana?" ucap Putri usai mereka keluar dari toko dan duduk di salah satu kursi pengunjung yang disediakan pihak Mal.
“Nyari contoh dimana ya, Put? Gue belum pernah nulis surat cinta.”
Putri mendesah. Sebetulnya ia hanya memberi saran, karena dia sendiri juga sama, tak pernah menulis surat cinta juga. Eh, malah Amel menambah PR untuknya. “Hm …, gimana kalo lo bubuhin tulisannya Kahlil Gibran? Pasti dapet romantisnya!”
“Kahlil Gibran?” Raut muka Amel berubah aneh. “Kayaknya itu bukan nyokap gue banget, deh …”
“Emang nyokap lo biasanya baca apa’an, sih?”
“Majalah Misteri.”
“Jiah! Enggak nyambung banget, Mel. Masa iya bokap lo dapet cerita horor disurat cinta.”
“Ck! Ya jangan dong, Put. Terus gimana, nih?"
“Hum …, sebetulnya ada, Mel, satu orang yang gue kenal jago nulis surat cinta. Dijamin bagus! Udah kebukti kok surat cintanya mempan bikin cowok nyangkut.”
“Oh ya? Siapa, siapa?”
“Wulan.”