Rumah Yang Tak Utuh

Khoirul Hasanah
Chapter #4

Pertandingan

Tanggal 7 September 2012, itu berarti pertandingan tinggal dua hari lagi. Seperti biasa, Maura berlatih dengan keras supaya dia menjadi urutan pertama.

Memang tidak mudah meluluhkan hati ibunya, namun dia yakin suatu hari, akan ada waktunya senyuman hangat ibunya terukir jelas untuk dirinya.

Arjuna dengan telaten mendampingi anak didiknya yang sedang berlatih. Ada tujuh peserta yang akan mengikuti lomba dengan cabang yang berbeda.

Dia memastikan semua persiapan benar-benar matang. Terutama Maura, dia adalah satu di antara tujuh peserta yang nampak berlatih dengan giat dan tanpa mau berhenti sebelum sesuai keinginannya.

Semua yang dilakukan Maura bukan atas tekanan dari Arjuna, namun kegigihan Maura sering menjadi pertanyaan dalam hatinya. Apa yang ada dipikiran Maura? Dan kenapa? Namun kehidupan pribadi seseorang tetaplah menjadi privasi.

Priiitt … suara peluit yang ditiup gurunya itu membuat semuanya berhenti. “Anak-anak, ini sudah jam dua belas, kita istirahat untuk makan siang dulu.”

Saat enam murid beranjak pergi ke kantin, Maura justru bersiap mengambil ancang-ancang. Perlahan mengatur napas. Tarik napas, dan buang. Keringatnya sudah mengucur di seluruh tubuh.

 Tentu saja Arjuna masih mengamatinya, namun sebelum Maura sempat berlari, Arjuna lebih dulu menghentikan latihannya dengan menghampirinya.

“Maura, ayo kita makan dulu,” bujuk Arjuna.

“Satu putaran lagi Pak,” jawabnya tanpa merubah posisi ancang-ancangnya.

“Kecepatanmu akan lebih maksimal kalau kamu mengisi perutmu dulu.”

“Satu putaran saja Pak.”

“Ayolah, latihanmu sudah bagus. Kamu pasti menang,” bujuknya sekali lagi sambil menepuk bahu Maura.

“Baiklah,” Maura menghela napas dan mengikuti gurunya ke kantin.

Gurunya itu selalu bisa memberi perhatian untuk Maura. Tak heran jika Maura bisa menurut dengan ucapannya. Meskipun, seperti itulah Maura yang juga keras kepala.

***

Suara gaduh bukan karena tawuran namun para supporter dari puluhan SMP memadati stadion yang sekaligus tempat pertandingan olahraga berlangsung. Sorakan demi sorakan tak kunjung berhenti seolah mengadu tim mana yang lebih semangat.

Tidak mau kalah, suara para pedagang asongan juga ikut berteriak untuk menjajakan dagangannya. Sambil mengangkat makanan yang dijualnya, pedagang itu mengeluarkan trik khasnya.

“Cangcimen cangcimen cangcimen … sepuluh ribu dapat tiga! Mbak, Mas, ayo dibeli.”

“Cancimen apaan bang?” celetuk satu anak laki-laki yang sedang memegang banner bertuliskan SMP 2 CAKRAWALA SEMANGAT! KALAU MENANG DAPET CENDOL.

Lihat selengkapnya