“Udah habis nih Wang, jadi lo jangan ngancam gue lagi,” ujarnya kepada Juang yang masih setia melihat ke arah ponselnya.
“Gitu dong, gue balik ya. Ngga enak dari tadi dilihatin mbak-mbak resepsionis.”
“Sadarnya telat banget lo Wang.”
“Ya, daripada ngga sadar-sadar kayak lo,” timpal Juang yang membuat Binar menautkan kedua alisnya.
“Ehh, tapi bentar lo kesini naik apa?” tanya Binar.
“Naik motor, kenapa?”
“Gue kira naik ojol, kalau naik ojol biar gue pesenin sekalian.”
“Yakin mau pesenin gue? Orang lo sendiri ngga bawa hp.”
Binar nyengir seketika menyadari kecerobohannya, ia tak sadar kalau benda pipih miliknya itu sempat ia lempar ke atas tempat tidur begitu membaca pesan dari Juang. Perempuan itu langsung mengantar Juang keluar dari area lobi menuju parkiran depan gedung. Binar hanya diam melihat Juang yang tengah sibuk bersiap diri untuk pulang. Dari memakai helm hingga menaiki motor miliknya itu.
Sebelum lelaki itu benar-benar pergi, untuk beberapa saat ia melihat ke arah Binar yang tengah bersedekap. Bersedekap bukan karena malas menunggu Juang terlalu lama memakai helm, tetapi ia bersikap seperti itu karena hawa dingin begitu menusuk kulitnya. Dirinya baru sadar kalau ia keluar dari apartemen tidak mengenakan jaket, apalagi Jogja sekarang sedang dingin-dinginnya. Juang yang melihat itu justru melepas hoodie zippernya menyisakan kaos yang melekat di badannya. Ia menyerahkan jaket miliknya itu pada Binar, tetapi perempuan itu malah menolak.
“Udah pakai aja Wang, sok-sok an mau kasih jaket. Ini bukan drama atau film kali.”
“Busett, mulut lo pedes bener. Ya udah deh, gue balik.”
Juang akhirnya langsung melengang dari parkiran, ketika Binar sudah memastikan kalau sahabatnya itu sudah pergi darisini ia pun langsung masuk ke dalam untuk kembali ke kamarnya. Kepalanya sudah terantuk-antuk ketika sudah di dalam lift menuju lantai 11. Ia berusaha memelototkan matanya agar tetap tersadar hingga pintu lift terbuka. Alhasil ia langsung berlari kecil menuju kamarnya, karena ia sudah tak bisa lagi menahan kantuk.
Ketika ia sudah masuk ke dalam kamar, ia pun langsung menghempaskan diri di atas tempat tidur. Tak butuh waktu lama baginya untuk berpindah ke alam mimpi. Nyatanya nasi goreng yang dibawa oleh Juang seperti mengandung obat tidur yang tak lama setelah memakannya efek mengantuk mulai menguasai tubuhnya. Prisa yang melihat Binar sudah tertidur juga ikut memejamkan matanya.
***
Hari-hari setelahnya berjalan seperti biasanya, meskipun kegiatan nongkrong jarang sekali mereka lakukan. Karena ketiga sahabat Binar itu kian hari kian sibuk hingga tak bisa menyempatkan diri untuk berkumpul. Apalagi Prisa, yang setiap malamnya selalu ada rencana pergi dengan sang kekasih. Hal itu sempang membuat Juang kesal karena Prisa selalu membuat janji untuk berkumpul tetapi dirinya sendiri malah tidak bisa.
Meskipun begitu, grup chat yang berisi empat orang itu tidak pernah sepi setiap harinya. Jika ketiga temannya itu disibukkan dengan bekerja dan kuliah malam. Berbeda dengan dirinya yang seharian bisa menghabiskan waktu untuk menonton serial di Netflix. Juang dan Prisa belum libur karena universitas tempat mereka menimba ilmu memiliki sistem yang berbeda dengan universitas lainnya. Sehingga, tak jarang ketika Prisa dan Juang libur malah Binar sendiri yang harus kembali ke Bandung untuk memulai kuliah.
Hal itu ia lakukan selama seminggu penuh untuk menonton serial, hingga ia sudah tidak merasa kaget harus merasa bosan setiap harinya. Tetapi, sesekali ia juga merespon pesan dari sahabatnya yang sangat cerewet. Saat perempuan itu sedang membalas beberapa pesan yang ada di grup, tiba-tiba muncul sebuah panggilan suara dari Juang.
“Halo? Ada yang bisa saya banting?” sapa Binar.
“Gila lo Bin.”
“Sepertinya anda salah sambung, silahkan tekan satu untuk menghubungkan kepada saudari Binar Athalia,” ucap Binar berlagak seperti operator.
“Bilangin ke Binar ya Mbak, ini saya udah di lobi.” jawab Juang yang juga ikutan memerankan pelanggan yang sedang berbicara dengan customere service.
“Wang, Wang, udah berapa kali gue bilangin kalau mau ke apart itu kabar-kabar dong. Ini apart gue kayak kapal terguling, berantakan.”
“Udah ya Mbak Operator saya udah di lift ini,” Juang masih memerankan perannya dengan baik.
“Wang, lo nekat banget sih!” suara Binar agak meninggi.
“Maaf Mbak, ngga terdengar kayaknya harus ganti provider deh,” Juang tergelak dari seberang telepon.