“Sepertinya kamu adalah yang terakhir untuk kelas ini,” Guru itu menyandarkan diri di kursi pribadinya dengan sangat nyaman. “Baiklah kita mulai saja konseling terakhirnya. Jadi, apakah ada yang ingin kamu sampaikan?”
“Maaf Bu, tapi sebenarnya kalau boleh saya tidak ingin mengikuti kegiatan apapun di luar akademik,” Yunan berkata dengan pelan.
“Kenapa?” Sergah Guru itu sambil menatap sinis. “Kamu mendapat rekomendasi langsung lo dari Guru Bahasa untuk mengikuti kegiatan menulis puisi. Lagi pula kegiatan pengembangan diri ini adalah wajib dan tidak boleh tidak diikuti dengan alasan apapun,”
“Tapi Bu, saya rasa itu dapat mengganggu belajar saya,”
Guru Konseling itu mengangkat tubuhnya dari nyamannya bersandar. Rupanya sesi akhir konseling tidak jadi secepat yang ia bayangkan. Ia mengambil berkas-berkas yang bertumpuk di atas mejanya. Kemudian mengambil salah satu jurnal belajar untuk menemukan nama Yunan.
“Coba kita lihat bagaimana capaian akademik yang kamu dapatkan selama tiga semester di sekolah ini,” Setelah membolak-balikkan kertas, data lengkap Yunan Ibrahim segera ditemukan. “Wah, kamu ternyata murid berprestasi!”
Yunan menundukkan kepalanya.
“Biar Ibu jelaskan kenapa kamu harus mengikuti kegiatan pengembangan diri,” Kata Guru itu dan mulai tertarik dengan Yunan. “Kamu punya nilai yang cukup tinggi dan bisa dibilang hampir mendekati sempurna. Ibu sudah banyak menghadapi murid teladan seperti kamu. Tahu masalah mereka semua apa?”