Rumpang

Fauziyah Nur Aulia
Chapter #1

Rumpang 1

Dyo.


Saya pernah mendengar ada orang yang berkata bahwa hidup itu mudah, hanya saja kita yang mempersulitnya. Saya terkadang setuju dengan itu, tetapi kadang juga saya tidak setuju dengan itu.

Saya selalu duduk di halte bus menunggu Dhara, karena anak kecil itu selalu datang terlambat ke sekolah. Iya ... Saya tidak bisa membiarkannya dihukum oleh siluman berkaki dua bernama Aidan, saya heran manusia satu itu selalu saja menjadi pejabat.

"Ayo." Saya berdiri menyambut Dhara yang baru saja turun dari bus. "Diyooo! Kenapa Lo malah nungguin gue sih! Udah telat tau"

Dhara selalu saja mengomel, tetapi anehnya saya tidak pernah merasa terganggu, berbeda dengan empat manusia tidak berakal, mereka bernapas saja sudah sangat menganggu saya.

"Telat mulu Lo berdua lari sana!" Aidan menunjuk kami dengan kemoncengnya. "Sana, segera ke kelas." Saya mendorong Dhara sangat pelan, saya tidak mungkin melukainya, oleh karena itu saya meminta Dhara segera ke kelas.

"Heh di sini ketua osisnya gue bego." Aidan menodongkan kemonceng berwarna merah muda itu di depan muka saya.

"Gue tidak peduli." Saya mengambil alih kemonceng dari tangan Aidan dan memukulnya ke kanan, ke kiri, ke bawah, dan ke atas. "Bangsat Lo cebol!" Manusia gila itu berteriak dan mengejar saya.

Menakutkan.

"Tolong bapak! Ibu! Saya di kejar!" Saya berteriak sambil berlari mendekati seorang guru.

"Aidan!" Ya berhasil ... Guru tersebut menghentikan Aidan yang mengejar saya.

Terlihat raut wajah Aidan sangat kesal sambil memaki. Saya duduk di kursi dekat lapangan basket menyaksikan Aidan yang sedang dimarahi.

"Puas bener Lo." Geologi duduk di sebelah saya sambil memakan kue cubit kesukaannya. "Hahahaha, the bastard never gets tired of being an official, yasudah gue jahilin."

"Lo masih belum confess?" Geo bertanya, dan saya hanya menatapnya tanpa ekspresi. "Sudah, tapi Dhara selalu menganggap gue bercanda." Saya menjawab pertanyaan Geologi.

"Hahahahaha friendzone lo mampus!"

Sialan.

"Bukan gue yang Dhara suka." Saya menjawab pertanyaan Geologi, dan dia tersedak makanannya, okay boleh saya berkata mampus?

"Jangan bilang dia suka gue!?" Jawaban binatang satu itu membuat saya harus memukul kepalanya sangat keras. "Tidak mungkin Lo ... Dhara alergi babi."

Geologi mencibir saya dengan wajah menyebalkannya yang menyerupai jelmaan monyet. "Gema ... Dhara dulu pernah bilang kalau dia suka Gema, sekitar 3 tahun yang lalu." Saya menjelaskan apa yang terjadi 3 tahun yang lalu pada Geologi. Tapi dia sepertinya terkejut, saya harap dia tidak mempunyai penyakit jantung, karena kalau sampai nanti mati pasti merepotkan saya.

"Ngibul ya Lo!? Ya kali Dhara suka Gema." Geo tampak tidak percaya, sepertinya ada seorang wanita yang menyukai Gema adalah hal yang mustahil. "3 tahun lalu bodoh dan hanya sebatas suka, sekarang tidak tahu."

"Oh, Dhara kayaknya buta atau ga Dhara pengen punya cowok tinggi ... Lo kan cebol." Saya memukul kepalanya keras.

"Sensi amat lo." Saya memukulnya kembali.

"Mati gue lama lama kalo di deket Lo!" Geologi beranjak dari duduknya sebelum saya kembali memukulnya

Akhirnya saya duduk sendirian memperhatikan Aidan yang sedang dihukum push up oleh guru olahraga, ada sedikit rasa kasihan tapi saya senang. Semoga saja pejabat itu segera pensiun, karena saya bosan mendengarnya mengeluh bagaimana lelahnya menjadi pejabat di sekolah.

"Tai lo." Aidan berjalan menghampiri saya yang tertawa dari tadi. "Sorry haha." Saya hanya menanggapinya seperti itu.

"Ngobrol apa Lo sama babi?" Dia bertanya apa yang saya bicarakan dengan Geologi tadi. "Dhara suka Gema 3 tahun yang lalu." Saya menjawabnya tanpa melihatnya.

"Suka doang bukan sayang bukan cinta. Lagian Gema juga ga suka dia, jadi gue harap Lo ga musuhin Gema. Walau mukanya kayak tai, tapi dia ga salah." Tumben sekali dia berbicara sangat panjang, biasanya dia hanya akan berbicara seadanya.

"Untuk apa gue memusuhi Gema, wasting time untuk hal yang tidak penting ... Lagipula gue selalu mendukung apa yang Dhara sukai, karena gue senang melihat dia senang." jawaban saya sepertinya membuat Aidan malas berkomentar. Karena dia sekarang hanya mengambil milo kaleng dari tangan saya.

"Lulus nanti Lo mau ke mana?" Aidan menatap saya dengan jarak cukup dekat sambil meminum Milo kalengnya. "Universitas Akasara." Saya menjawabnya sambil mendorong wajah Aidan menjauh.

It's disgusting.

"Bangsat lo monyet." Dia memaki saya kembali ... Memang begitulah salah satu contoh calon penghuni neraka.

"Jurusan apa Lo? Gamau gue satu jurusan sama lo." Dia menatap saya dengan wajah sewotnya. "Teknik geologi stupid ... I'm the heir my father's company."

Saya adalah pewaris perusahaan batu bara ayah saya, jadi tentu saja saya akan mengambil jurusan teknik geologi agar saya dapat menjalankan perusahaan tersebut dengan baik di kemudian hari.

"Akhirnya gue ga liat muka Lo tiap hari ... Eneg." Aidan memukul kepala saya lalu berlari sangat kencang.

Sialan ... Bocah satu itu memang calon penghuni neraka jalur undangan.





Dhara


Gue hari ini udah yakin bakalan telat lagi, karna gue maraton drakor semaleman. Saking buru burunya gue juga lupa bawa bekel makanan gue. Yaudahlah ... Mending gue sekarang mikir alasan apa yang harus gue kasih ke Aidan, si barongsai sekolah yang emosian.

Gue turun di halte bus paling deket sama sekolahan gue, di daerah panglima polim, Jakarta Selatan.

"Ayo." Hadeh ... ini cowok bandel banget, udah dikasih tau gausah nunggu gue, karna gue bakalan telat. Dia malah tetep aja nungguin gue di halte sendirian kayak orang ilang.

"Diyooo! Kenapa Lo malah nungguin gue sih! Udah telat tau." Gue omelin aja tuh lagian bandel banget jadi manusia. Eh dianya malah cuma senyum senyum ga jelas padahal di depan sana udah ada barongsai bawa kemonceng warna pink.

"Telat mulu Lo berdua lari sana!" Ini nih yang gue males punya ketua OSIS modelan barongsai kayak Aidan. Ga akan mau dengerin alasan apapun kalo orang telat, hobi banget ngehukum anak orang. "Sana, segera ke kelas." Loh? Ini kenapa Diyo malah dorong gue pelan banget minta gue cabut dari sana. Padahal si barongsai udah melototin kita berdua.

Tapi yaudahlah gapapa, gue selamat hari ini karna barongsai emosian itu sahabat Diyo.

"Selamat pagi nona Dhara!" Gue udah ga kaget, karna setiap pagi suara cempreng dari Gema yang sok di imutin itu bakalan selalu nyambut gue begitu gue melangkah masuk buat duduk di meja depannya.

Gue pernah suka Gema, awal masuk SMA dulu. Awalnya gue kira dia cuma gitu ke gue, baper dong gue tiap hari dipeduliin sama Gema, taunya dia gitu ke semua orang ... Gema itu playboy abis padahal namanya buat cerminan anak sholeh dan alim. Tapi walau gitu gue suka ada di dekat Gema, Gema itu humoris, dan menurut gue semua cewe butuh tipe cowok seperti Gema.

Gue inget banget dulu waktu Diyo tau gue suka Gema, dia sampe keselek tahu gejrot, tapi Diyo ga pernah nanya kenapa gue suka Gema. Diyo cuma bilang 'Kalau Lo bahagia begitu ya tidak apa apa, gue selalu mendukung Lo'. Gue dulu suka mikir kenapa Dyo dari kecil ngomongnya selalu sesuai EYD, cuma sekarang udah mending sih, dia bisa pake gue Lo.

"Dhara Ginanita haloow." Suara cempreng Gema membuyarkan lamunan gue. "Ngapain sih Lo selamat pagi selamat pagi, kayak pegawai minimarket aja." Gue mendorong muka Gema dari hadapan gue.

"Diyo belum masuk?" Gue bertanya keberadaan Diyo pada Gema, soalnya gue belum liat Diyo dari tadi, takut gue kalo Diyo dihukum barongsai. "Kumpul babi." Jawaban Gema buat gue bingung, dia sebenernya lagi ngatain gue babi atau gimana?

Tapi dia nunjukin layar hpnya ke gue, isinya grup chat yang namanya aneh.



Babi darah muda (5)

Heh bangsat lo pada kompak bolos apa gimana!


Aidangsat           : Bawel lo.

Bima chotabim : Nyoto dulu bos

Bima chotabim  : send you a picture

Geotolol              : Kasian deh Lo ga diajak

Dyo warkop        : Sedang sarapan, hari ini kelas kita kosong kata Aidan, tapi si Babi itu tidak memberitahu kita.


Lihat selengkapnya