Ragam piagam penghargaan terpampang di sepanjang dinding rumah Pak Ghana hingga membuat Ilham membayangkan jikalau ada waktu santai setelah beliau mengasuh kelinci-kelinci girangnya itu, pastilah beliau menyeduh secangkir kopi di kursi tamu yang menghadap The Wall dengan piagam yang saling bersinggungan figuranya seakan berdesakan berebut antrian sembako murah.
Pajangan di ruang tamu memang khusus untuk bagian Indonesia. Keris, wayang, batik, songket, gitar keroncong, figura delman yang ditemani becak mini di atas kabinet kecil berukuran sepinggang orang dewasa dengan tutup kaca tanpa tanda tambah di tengahnya hingga benda-benda itu jelas terlihat didalamnya. Dihadapan figura piagam terdapat figura besar dengan lafadz ayat kursi berukuran sekitar 3 x 1 meter lengkap di bawahnya terdapat jam penanda sholat lima waktu diikuti waktu syuruq dan dhuha. Tidak ada kepala rusa yang menghiasi, dengan anggapan itu akan merusak citra Pak Ghana yang cinta lingkungan apabila terpampang. Namun, yang menggantikan kepala rusa itu adalah sebuah benda yang mencerminkan Indonesia dengan rupa hutan menghampar di seluruh daratan dan itu tersimpan dalam satu batu mengkilap berwarna hijau.
“Batu zamrud.” kekaguman Mifta dibalas senyum simpul oleh Pak Ghana yang ingin mengantar mereka menuju ruang tengah sebagai tempat diskusi.
Ruang tamu memang tak terlalu luas, namun, amboi.. di bagian dalam melewati sekat kayu kabin yang dijejali rak kayu tempel dengan diduduki buku-buku antik tentang kerajaan kuno di Indonesia yang melintang membatasi antara ruang tamu dan ruang tengah yang luas seakan hawa Eropa kembali menarik mereka menuju tapal batas. Tanpa lawang memang yang menjadi pembatasnya, hanya jika ingin menembus batas itu diharuskan turun tangga yang tidak bisa dibilang tinggi.