Rumus Angan

Azizul Qodri
Chapter #11

Kepingan 11: Alam Pasti Mendukung Pasukan Ilmu

Panjang cerita dari wanita cantik yang juga belum masuk usia 40 tahun itu. Pak Ghana lebih tua 3 tahun dari wanita itu, tapi punya perawakan lebih muda karena terkejut sejadi-jadinya dengan penampakan yang tak dinyana itu. Lama beliau mematung di belakang barisan squad jenius KaSa dengan tersentak seribu bahasa. Hingga dipecahkan dengan:

Gutten Tag!” malah wanita itu yang menyambutnya dengan bahasa Jerman medok.

Did you lose your promise to me, Ghan?” langsung merubah bahasanya menjadi Inggris British yang sangat digemari kaum milenial.

Aha…. Ha…. Ha, how about some cup of tea? I've bought your favourite, Darjeeling!” walau mengagumi Jerman dengan menganut paham eksotisme bangunan, Pak Ghana menyenangi Darjeeling dari Inggris si negara penyuka minum teh itu.

“Aduh, Indonesia sajalah, Jen! Kamu ‘kan sudah paham.” akhirnya suara yang tertahan itu keluar juga.

“Oh iya, ada anak-anak! Saya lupa! Kalian muridnya Ghana?” setiap menyebut nama Ghana, wanita ini selalu menyertai huruf “h” dengan dugaan ia pasti menyukai detil sekecil apapun.

“Emm iya, ee…. Bu??” turunan alis dengan kerumitan dahi dialami Mifta yang bingung memanggil ibu atau mbak, yang juga bingung pakai bahasa Inggris atau jawab dengan bahasa Indonesia.

“Hei, tak sopan, ya. Miss saja lebih afdhol! Ha Ha Ha!” rekomendasi bagus disertai seringai tawa canda yang hanya ia sendiri menikmati nya.

Come on, ayo masuk!” seharusnya ini dilakukan dari tadi kepada tamu yang menyengajakan dirinya jauh-jauh dari Jerman hanya untuk lelaki Minang yang harusnya sudah punya anak satu itu.

Wait!” setelah pelajar masuk, ia menyuguhkan telapak tangan pertanda berhenti.

What is it, dear?” yang jika diterjemahkan: Apa lagi, rusa?

Darjeeling nya dulu, baru boleh masuk.” tingkah polah Pak Ghana layaknya bertemu pacar atau wanita idaman dari jauh, dengan segala gelagapan bingung bin syok atas wanita dari negara yang dulu gila mesin diesel.

“Ya sudah, nih.” baru saja tangan Pak Ghana menjangkau wujud bungkusan kertas berisi daun teh kering dengan aroma Inggris Raya nan semerbak, tiba-tiba tanpa ampun wanita itu menarik lagi bungkusannya dan:

“Kamu jangan lari lagi dari ku!” agresif juga progresif metode yang diaplikasikan Zevanya untuk terang-terangan menggaet Ghana Zubair.

Hembusan nafas berat terhempas ke udara mengalir bersama kawan-kawan karbondioksida dan oksigen disekitar raga Pak Ghana untuk melepas sandangan beban di bahunya.

“Ya, sudah. Tapi, kalau kamu sudah dapat yang kamu inginkan, langsung pulang ke Jerman, ok?” tak mau ambil pusing, pernyataan sekaligus perintah itu menyeruak dan disambut pertanyaan dari Zevanya.

“Kenapa terburu-buru? Apa kedatangan ku mengganggu?” planga-plongo ala orang asing memang beda dengan ala Melayu yang nampak membiarkan air liurnya keluar.

“Aku akan mendampingi mereka olimpiade sains di Berlin, nanti kita akan selesaikan semuanya disana, ok?” penjelasan secara cepat dan ringkas ala Pak Ghana waktu kepepet bila menerangkan sesuatu.

Lihat selengkapnya