Tabuhan genderang perang semakin menjadi antara Ayu dan Indri. Gadis reporter yang bersikeras tak terima dengan pengangkatan Andra sebagai ketua kelas makin tak berang bukan kepalang. Begitupun si Mami Tiri yang tanpa komando membela Andra orang yang dikaguminya. Indri paham ini pasti ada kongkalikong yang busuk dan tak logis dimana ia sebagai penganut Mantik dengan cara berpikir logis bin analitis itu, tak akan terima suara terakhir dan paling menentukan yang ternyata datang dari Ayu itu menuju ke pangkuan Andra.
Makin geramlah ia.
Andra yang terpaksa ikut karena Budi sang psikolog level master juga berpartisipasi untuk mengguncang kejiwaan Ayu yang sering berapi-api tapi mudah ditutupi. Tak ingin si boneka nya mendapatkan shocktherapy di jiwa nya, Andra mendehem untuk melemparkan sarung tangan pertanda masuk ke dalam perang.
Level kekaguman Ayu bukan lagi karena pemuda fenomenal itu menyelamatkan penyakit angan akut yang hanya berkomunikasi dengan boneka, tapi lebih dari itu. Entahlah. Gadis itu memang mampu menyimpan misteri ekspresi, aura, dan perasaan sedalam Palung Mariana.
Sementara manusia betina yang keras kepala dan selalu menandai hal-hal semi logika untuk dirapal menjadi fakta yang tersurat itu, Ayu masih tetap dengan aliran Orakel yang mengarah kepada pemikiran angan-angan dari berkah Tuhan sampai ia tahu itu akan jadi pegangan hidup sampai tua kelak.
Bermimpi hingga renta adalah hal yang wajar, kan?
Walaupun Ayu hanya menikmati perandai-andaian saja, tapi tetap gadis itu adalah yang terkeras kepala bahkan di keluarganya. Angan-angannya terhembus di setiap napas terkumpul penuh menjadi suatu impian yang akan memenuhi sanubari dan kepuasan pribadi di setiap kerlingan mata.
Menjadi seorang astronot di kantor astrologi terbesar di pusat negara paling digdaya di dunia, Amerika. Kantor itu jadi tempat bertengger orang-orang hebat nan berbakat dalam ilmu ke-luar angkasa-an.
NASA namanya.
Pamannya dulu pernah bekerja di sana dan memberikan buah tangan berupa miniatur luar angkasa yang diisi matahari, Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus dalam sebutan tata surya. Dilengkapi dengan satelit-satelit yang menemani setia mereka mengelilingi matahari sampai perjanjian kontrak dengan Tuhan berakhir. Mulai dari teori big bang sampai ke penciptaan molekul-molekul yang saling terkumpul satu sama lain membentuk sebuah benda padat yang lama kelamaan mendapati dirinya sebagai sebuah objek besar nan raksasa dengan indah ia dipoles dengan aksesoris tertempel di masing-masing tempat beserta keunikannya. Planet sudah dikenalnya sedari dini. Tapi, Ayu kecil lebih memilih bergaul dengan Sopia, boneka sekaligus teman masa kecilnya.
Ayu tidak gila, ataupun tidak waras. Karena terbilang masih amat muda, ia belum bisa dikategorikan sebagai manusia anti sosial yang akut dan kronis di level tak waras. Hanya saja, ketakutannya dalam bergaul juga memilih kawan main menjadi suatu ihwal yang tak lantas bisa diubah begitu saja.
Sewaktu diberikan pendidikan anak usia dini, ada temannya yang iseng bin jahil mengusik ketenangan dalam bermain. Ia ditemani oleh seorang anak laki-laki yang selalu ditanya oleh ibunya: “kamu bermain dengan siapa, nak?” dan jawabannya adalah: “perempuanku, Bu.” dengan polosnya. Entah siapa gerangan anak laki-laki itu. Samar, tak jelas, rimbanya mungkin sudah memudar di ingatannya.
Sebagai bagian dari kaum Orakel yang dengan penuh impian serta angan, mengharapkan pemuda ajaib itu datang kembali dan bermain di permadani bersama-sama di permadani angan miliknya. Kepingan demi kepingan ingatan mulai merasuk saat ia memotong jarak dengan pemuda fenomenal yang nyentrik dan unik bernama Andra itu nampak senada dengan tarian memori bersama bocah unik itu. Apakah benar Andra?
Hampir terjawab, setelah Ayu berusaha sekeras mungkin untuk bertemu dengannya di penghujung waktu saat di bandara. Nampak canggung dan kaku, Ayu memberanikan seluruh saraf malunya untuk bisa setidaknya mengucapkan: “ Hati-hati disana, Dan.” dengan baik dan benar seperti waktu ia pidato di ujung waktu upacara.
Sebagai jimat keberuntungan, Ayu juga tak lupa menyematkan boneka kecil dengan ukuran strip untuk menggantung di resleting tas biru dongker favorit Andra.
“Aku mau kamu jaga ini. Jimat keberuntungan.” malu yang jelas terpampang, tapi wajib ia sampaikan.
“Bukannya kita tidak boleh pakai jimat-jimatan seperti ini, Bon?” aneh-aneh saja si penyuka boneka itu pikirnya.
“Kalaupun bukan sebagai jimat, yaa setidaknya ini adalah titisan ku yang menjagamu disana.” Amboi! Gadis yang dinilai eksekutif di mata laki-laki seusianya yang berstatus siswa sekolah, hanya terpaut pada satu pemuda aneh bin fenomenal itu dan pemuda itu sekarang tak tahu harus berkata apa untuk membalasnya.
Dan Ayu berhasil menaklukkan kata-kata sadis yang biasa ia lontarkan untuk menjungkirbalikkan mental orang yang ingin ia jatuhkan. Pemuda itu kemudian tersenyum simpul yang nampak serasi dengan senyuman segaris si bocah memorial.
Sukses! Pakai kata 'Besar'!