Pagi itu, suasana di sekolah Laras berubah drastis. Sebelumnya, segalanya tampak normal, namun sekarang ketegangan mulai terasa di setiap sudut. Murid-murid yang biasanya ceria kini berkerumun di halaman sekolah dengan wajah pucat sambil menatap layar ponsel mereka. Berita tentang wabah zombie yang melanda kota A mulai menyebar melalui media sosial dan membuat semua orang panik. Grup chat siswa dipenuhi pesan-pesan tentang kekacauan di luar sekolah, sementara beberapa murid bahkan membagikan video-video mengerikan dari pusat kota.
"Astaga, lihat ini!" teriak seorang murid yang menunjuk layar ponselnya. Video tersebut menunjukkan seorang pria yang diserang oleh sekumpulan zombie di dekat sebuah pusat perbelanjaan, membuat darah dan jeritan mengisi seluruh layar.
Beberapa murid yang melihatnya langsung terkejut. Andre, salah satu teman Laras, terlihat panik saat ia memperhatikan video-video yang sama. "Kita harus keluar dari sini! Kita nggak bisa tetap di sekolah kalau di luar ada zombie!" serunya dengan napas tersengal.
Bima, yang biasanya tenang, juga mulai menunjukkan kecemasan. "Kalau benar ada zombie, kita nggak mungkin aman di sini. Kita harus mencari cara untuk keluar."
Laras mendengarkan mereka sambil tetap berusaha menenangkan diri. Namun di dalam hatinya, ia juga mulai merasa takut. Ia menatap layar ponselnya dan mencoba menghubungi ayahnya, Kolonel Arya, yang ia tahu pasti berada di garis depan dalam menghadapi situasi ini. Namun, teleponnya hanya berdering tanpa ada jawaban.
Saat ketegangan di kalangan siswa memuncak, para guru dan kepala sekolah segera bertindak. Mereka bergerak cepat dan memerintahkan agar seluruh gerbang sekolah ditutup rapat. "Semua murid, masuk ke dalam! Di luar tidak aman!" seru Pak Wijaya, kepala sekolah, melalui pengeras suara.
Para guru lainnya ikut membantu mengarahkan murid-murid untuk masuk ke gedung utama. Laras dan teman-temannya mengikuti arahan, meskipun mereka semua masih merasa bingung dan cemas. Di tengah kerumunan, beberapa murid terlihat ingin melarikan diri, namun para guru dengan tegas melarang mereka untuk meninggalkan sekolah.
"Gerbang sudah dikunci. Tidak ada yang boleh keluar!" seru Pak Wijaya sekali lagi.
Beberapa murid kelas 3 SMA yang dikenal nakal tidak mau patuh. Mereka memiliki rencana lain. Kelompok yang dipimpin oleh Raka, seorang murid yang sering membuat masalah, tidak ingin terjebak di sekolah. Mereka berencana melarikan diri melalui hutan di belakang sekolah. Raka dan teman-temannya membawa beberapa senjata sederhana seperti pemukul baseball yang mereka temukan di gudang olahraga.
“Kita nggak bisa tinggal di sini, gue nggak percaya mereka!” kata Raka dengan nada keras saat berbicara dengan kelompoknya. “Kalau kita lari lewat hutan di belakang, kita bisa sampai ke jalan besar dan kabur dari sini.”
Tanpa pikir panjang, Raka dan beberapa temannya mulai mendekati pagar di bagian belakang sekolah. Mereka berencana melompati pagar dan melarikan diri melalui hutan yang terletak tidak jauh dari sana. Namun, saat mereka mendekati pagar, sesuatu yang mengerikan terjadi.