Di aula sekolah yang penuh sesak, suasana semakin mencekam. Laras duduk di antara teman-temannya, hatinya tidak tenang dan pikirannya terus berputar memikirkan keadaan ayahnya, Kolonel Arya. Ponselnya tidak memberi tanda-tanda, tidak ada pesan atau panggilan yang masuk, dan hal ini membuat kecemasannya semakin menjadi-jadi. Seiring waktu, mereka mulai menyadari bahwa ada yang benar-benar salah. Sekolah yang biasanya menjadi tempat perlindungan kini berubah menjadi penjara, dan para guru serta kepala sekolah tidak memberikan jawaban yang jelas.
"Kenapa kita dikurung seperti ini? Bukankah lebih baik kalau kita pulang saja ke rumah masing-masing?" bisik Andre dengan suara rendah pada teman-temannya.
Bima, yang berdiri di dekatnya, hanya menggelengkan kepala, "Kita tidak tahu apa yang terjadi di luar sana. Tapi kalau sampai sekolah menutup semua gerbang dan pintu seperti ini, pasti ada sesuatu yang gawat."
Di antara para murid, ada Fadil yang mulai menunjukkan tanda-tanda aneh. Raka dan beberapa temannya memperhatikan bahwa wajah Fadil tampak pucat pasi, peluhnya membasahi dahi, dan tubuhnya gemetar. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi, namun Fadil tetap bungkam, hanya memandang kosong sambil sesekali mendesis pelan.
"Eh, Fadil, lo kenapa? Lihat nih, mukanya pucat banget," ucap Raka sambil mengulurkan tangannya untuk menepuk bahu Fadil.
Fadil tidak menjawab, malah tiba-tiba tubuhnya lunglai dan jatuh ke lantai. Teman-temannya segera menolongnya berdiri, namun begitu mereka menyentuhnya, Fadil mulai berteriak keras dan wajahnya berubah menjadi sangat seram. Semua orang di aula langsung berhenti bicara, dan keheningan menguasai ruangan. Murid dan guru sama-sama menatap ke arah Fadil, tidak menyangka akan terjadi sesuatu yang lebih buruk.
Wajah Fadil tampak mengerikan. Matanya mendongak ke atas dengan tatapan kosong, dan tubuhnya bergetar seolah berada di bawah kendali sesuatu yang tidak terlihat. Tanpa peringatan, ia mengeluarkan suara yang tidak manusiawi, lalu mulutnya mengeluarkan busa dan darah yang menghitam.
"Astaga, dia… dia berubah jadi zombie!" seru Raka dengan suara lantang, menunjuk ke arah kaki Fadil. Di sana, tampak luka gigitan dari rusa zombie yang ia coba sembunyikan sejak awal.
Mendengar ini, para murid di sekitarnya langsung berteriak panik, dan beberapa di antara mereka mencoba menjauh. Fadil yang telah berubah menjadi zombie mulai menyerang membabi buta. Ia melompat ke arah Raka, menggeram dengan suara rendah, mencoba menggapai tubuhnya dengan tangan yang kini cakar.
Raka, yang ketakutan, menahan tubuh Fadil sekuat tenaga, mendorongnya sejenak dan berusaha menghindar dari gigitan maut yang hampir mengenai lehernya. Dengan cepat, ia menendang perut Fadil sehingga tubuh Fadil terpental mundur. Namun, serangan itu hanya sementara menghalanginya. Kini, zombie Fadil berbalik dan mengarahkan tatapan penuh dendam ke arah kepala sekolah yang berdiri gemetar di sudut aula.
Kepala sekolah tampak begitu ketakutan dan tidak bisa bergerak, hanya menatap dengan tatapan kosong. "Maafkan ayah, ayah tidak bisa menjagamu, Fadil," bisiknya dengan suara pelan, seolah berbicara dengan anaknya sendiri.