Di tengah kamp pengungsian yang kini menjadi pusat koordinasi militer, Letnan Arbi dan Kolonel Arya menggelar interogasi tertutup dengan dua orang penting di Kota A, yakni Bimo, Wakil Wali Kota, dan Kinan, Wali Kota. Letnan Arbi duduk di seberang meja, menatap tajam ke arah Bimo dan Kinan yang tampak gugup. Kolonel Arya berdiri di sudut ruangan, menjaga ketegangan yang menggantung tebal di udara.
Letnan Arbi, dengan nada tegas, membuka interogasi, "Tuan Bimo, Bu Kinan, kami hanya akan bertanya sekali. Apa yang kalian sembunyikan? Bagaimana bisa tidak ada peringatan apapun tentang wabah ini?”
Bimo dan Kinan saling menatap sejenak, sebelum Bimo menjawab, "Kami benar-benar tidak tahu soal ini, Letnan. Ini semua terjadi tiba-tiba."
Wajah Letnan Arbi berubah sinis mendengar jawaban tersebut. Ia mengisyaratkan pada Kolonel Arya untuk menyalakan projektor yang sudah disiapkan. Dengan satu gerakan tegas, Kolonel Arya menekan tombol dan layar mulai menampilkan rekaman CCTV dari malam kejadian gempa misterius di Kota A. Gambar menunjukkan sebuah getaran hebat di sekitar kantor wali kota, tepat beberapa jam sebelum wabah zombie merebak.
"Perhatikan ini," ujar Letnan Arbi sambil menunjuk layar. "Getaran besar yang terjadi tengah malam itu berasal dari kantor kalian. Dan sejak saat itu, wabah mulai merebak. Bagaimana kalian bisa bilang tidak tahu jika semua tanda-tanda ini jelas-jelas berasal dari tempat kalian?"
Kinan dan Bimo tampak semakin gelisah, namun mereka tetap diam. Kinan hanya bisa menunduk, sementara Bimo mencoba menghindari tatapan Arbi yang penuh tekanan.
Letnan Arbi melanjutkan dengan nada semakin tegas, "Kalian menganggap ini enteng? Warga Kota A sekarang hidup dalam neraka, dan kami punya bukti bahwa semuanya dimulai dari kantor wali kota. Kalian lebih baik mulai bicara sebelum semuanya terlambat."
Di luar ruangan, situasi juga semakin memanas. Para tentara militer dengan kendaraan anti peluru dan persenjataan lengkap tengah bersiap untuk menggeledah kantor wali kota, menjalankan perintah dari Letnan Arbi. Di dalam kendaraan, mereka memeriksa senjata mereka satu per satu, memastikan semuanya siap untuk menghadapi apapun yang menanti di sana.
Beberapa saat kemudian, perintah datang melalui radio dari Letnan Arbi yang masih berada di kamp pengungsian. "Pasukan, kalian punya izin penuh untuk melumpuhkan apapun yang menyerang. Cari tahu apa yang terjadi di kantor wali kota, kumpulkan bukti, dan pastikan area itu aman."
Suara instruksi itu segera diikuti oleh sorak "Siap, Pak!" dari para militer yang berada di lapangan. Mereka tahu, operasi ini tidak akan mudah. Kota A kini penuh dengan zombie, dan kantor wali kota bisa jadi menyimpan rahasia besar di balik tragedi yang menimpa kota mereka.
Setelah memeriksa peralatan dan mendapatkan instruksi akhir, para tentara mulai bergerak menuju kantor wali kota. Begitu tiba, mereka segera keluar dari kendaraan dengan formasi yang disiplin, senjata di tangan, siap untuk menghadapi ancaman apa pun. Suara langkah kaki berat mereka menggema di sekitar gedung yang kini terlihat sepi, namun ada ketegangan yang terasa mencekam.