Rungkad: Jalan Terjal Menuju Sukses Sebagai CEO

Arka Zayden
Chapter #2

Bagian 2: Semakin Dalam

Setelah kehilangan Rp12 juta dalam satu malam, Reza limbung. Jiwanya terasa seperti baru saja dipukul telak bukan di tubuh, tapi di harga diri. Namun alih-alih berhenti, ia malah menggali lebih dalam ke lubang yang sama.

"Gue nggak boleh nyerah. Semua yang berhasil pasti pernah jatuh besar," pikirnya, mencoba membungkus luka dengan logika yang dibuat-buat.

Ia butuh pembenaran. Butuh ruang untuk merasionalisasi kegilaan yang mulai menggerogoti pikirannya. Ia pun menjelajah forum-forum online. Di antara ratusan komentar dan tautan referensi, satu grup W***A** sering disebut-sebut:

“Slot Gacor Bersama 💰🔥”

Tanpa pikir panjang, ia masuk. Grup itu punya 200 anggota. Obrolan 24 jam tak henti. Setiap menit, ada yang mengunggah tangkapan layar “kemenangan” saldo melonjak, simbol-simbol bonus beruntun, animasi penuh warna.

"Bang, pola hari ini apa?"

"Spin turbo 30x dulu, baru auto 100. Gas scatter!"

"Baru WD 5 juta! Hahaha, hoki parah!"

Reza terpana. Dunia maya itu terasa seperti klub eksklusif. Mereka bicara dalam kode-kode, berbagi pola, saling menyemangati. Di matanya, mereka adalah orang-orang sukses “master slot” yang ia kagumi.

Ia tak peduli bahwa tak satu pun menampilkan wajah asli. Ia tak peduli bahwa setiap tangkapan layar bisa dimanipulasi.

Yang ia lihat hanya satu hal: mereka menang, dan ia ingin menjadi seperti mereka.

Ia pun ikut nimbrung:

"Gue kalah 12 juta semalam, bro. Gimana cara bangkit?"

Balasan datang cepat:

"Wajar, itu proses. Habis rontok, biasanya naik. Deposit lagi, tapi jangan panik."

"Yang takut rugi, nggak akan pernah besar untungnya."

Kalimat itu menusuk. Ego Reza yang sudah rapuh justru merasa tertantang. Seolah kekalahan itu bukan peringatan, tapi ujian naik kelas.

Keesokan harinya, Reza gadaikan laptop alat kerja satu-satunya. Hasilnya: Rp3 juta. Tanpa ragu, ia transfer ke dompet digital. Buka aplikasi. Login. Deposit.

"Kali ini harus balik modal..."

Ia mulai dengan pola dari grup. Putar. Ganti room. Putar lagi. Naikkan taruhan. Kalah. Ganti pola. Kalah lagi.

"Kok nggak masuk-masuk bonusnya?" gumamnya, mulai gusar.

Ia kirim pesan ke grup. Tak ada yang membalas. Obrolan terus bergerak cepat. Hanya yang posting kemenangan yang disambut hangat.

Yang kalah? Tenggelam dalam ribuan pesan. Seperti dirinya.

Tengah malam, Reza sempat menang Rp800 ribu. Tapi bukan rasa syukur yang muncul justru amarah.

"Cuma segini? Gua butuh balikin 12 juta! Gas terus!"

Matanya memerah. Nafas tak beraturan. Jari-jarinya menekan tombol spin tanpa henti. Sampai akhirnya saldo habis.

"Sialan... kenapa kayak gini terus!"

Ponsel dibanting ke kasur. Kamar sunyi. Notifikasi grup masih berdentang. Tapi di kamar yang sesak itu, Reza hanya terdiam.

Keringat dingin menetes. Jantung berdebar tak menentu. Kepalanya berat. Ia mulai sadar:

Ini bukan permainan. Ini pelan-pelan menghancurkannya.

Setiap kekalahan membuatnya merasa makin ringan... seolah hidupnya hanya bernilai setara sisa saldo.

Tiga minggu berlalu sejak Reza kehilangan uang warisan dari almarhum ayahnya uang yang seharusnya menjadi awal hidup, bukan bahan bakar kesalahan.

Sejak malam itu, Reza seperti hidup di dua dunia:

Yang pertama: nyata sunyi, penuh tekanan.

Yang kedua: maya berkilau tapi semu.

Dan ia terus memilih yang kedua.

Kos yang dulu rapi berubah jadi sarang pengabaian. Pakaian kotor menumpuk, nasi basi, bau apek. Tapi ia tak peduli. Yang penting sekarang hanya satu: modal.

Tanpa modal, ia merasa seperti kosong.

Dengan modal, ada harapan meski semu.

Lihat selengkapnya