runtuh

Erlita Scorpio
Chapter #16

15

Bahagia iri saat orang-orang lebih banyak merasa sedih. Dan sedih iri saat banyak orang lebih ingin bahagia.

* * *

Sebelum berangkat ke sekolah, Geta masih memperhatikan mamanya yang sedang menyiapkan makanan. Ia bingung karena sekarang mamanya sudah berpakaian rapi. Geta mengambil piring nasi goreng dan mencoba mendekat mamanya untuk bertanya sekaligus memakan menu sarapannya.

"Mama," panggil Geta membuat mamanya berdeham. "Pagi-pagi gini tumben Mama udah rapi. Mau ke mana?"

Ilana berbalik dengan segelas susu putih untuk dirinya dan Geta. Ia memberi gelas itu ke putrinya, menunjukkan senyum kecil yang membuat Geta senang namun bingung secara bersamaan. "Mama mau kerja, Ta."

"Kerja?" Geta cukup terkejut mendengar jawaban itu. "Mama kerja di mana? Geta nggak tau kalau Mama dapat kerjaan. Geta nggak pernah lihat Mama cari kerja."

"Ivar yang cari kerjaan buat Mama, Ta." Ilana menjawabnya lagi. "Pas kakak kamu datang, dia bukan cuma kasih uang ke kita. Dengan Mama kerja, kakak kamu tau kalau uang yang dia kasih nggak akan cukup buat kita ke depannya."

"Dan Mama sekarang kerja di mana?" Geta bertanya sambil meminum susu di gelasnya. "Kerjaannya nggak berat kan, Ma? Nggak akan buat Mama sampai sakit?"

"Mama yakin gak berat, Sayang. Cukup buat ijazah Mama, jadi staf di kantor teman kakak kamu." Mamanya tersenyum dengan senang. "Walaupun gajinya nggak seberapa, tapi Mama harus tetap usaha supaya kamu juga bisa makan dan sekolah."

Geta mengangguk perlahan, namun setiap mengingat Ivar akan selalu saja pikirannya tertuju pada papanya. Ia tahu, ketika perceraian itu terjadi papanya masih memberikan nafkah untuk mamanya dan Geta. Namun Geta juga tahu, semakin lama mamanya menyadari kalau perpisahan mereka malah membuat Ilana terus bergantung kepada mantan suaminya.

Geta sangat mengenal bagaimana mamanya. Setelah Ilana menolak pemberian uang dari mantan suaminya itu, dia tidak menyerah begitu saja. Beliau pernah bekerja macam-macam sampai sakit, hingga akhirnya Ilana berhenti dan hanya bisa memakai uang di tabungan yang tidak seberapa.

Saat Geta bilang mungkin dirinya dan mamanya akan mati kelaparan, mungkin itu benar. Bisa saja terjadi karena mereka berdua tidak ingin bergantung kepada siapa-siapa. Namun kehadiran Ivar kemarin, seakan mematahkan prinsip mamanya, ia tidak boleh egois saat putrinya, Geta membutuhkan hal lebih dihidupnya.

Terutama saat uang membuat segalanya terlihat mudah. Ilana membutuhkan uang agar bisa membuat Geta tetap hidup bahagia.

Ketika sampai di sekolah, Geta mendapati ponselnya berbunyi dan memunculkan nama Ivar, nomor baru yang Geta dapat dari cowok itu. "Halo?"

"Halo," balas Ivar di seberang sana. "Mama udah berangkat kerja?"

"Udah," jawab Geta cepat. "Tapi gue nggak tau kalau lo datang ke rumah dan tawarin mama kerjaan. Papa nggak tau kan masalah ini?"

"Tenang, Ta. Papa gak tau apa-apa tentang ini. Gue juga udah bilang ke kantor punya teman gue, jangan sampai orang lain tau apalagi papa." Ivar menjawabnya mencoba menyakinkan saudara kembarnya itu.

"Emang mama kerja di mana?" tanya Geta memastikan lagi.

Ivar terdiam sejenak, cowok itu tampak memelankan suaranya. "RM Entertainment. Perusahaan label musik, mama kerja jadi staf di sana. Kalau lo mau tau buat pastiin kerjaan mama nggak berat, lo bisa cek di internet."

"Kenapa suara lo pelan banget?" Geta menautkan alisnya bingung. Ia terus berjalan sambil tetap menelepon Ivar. Dengan langkah perlahan Geta menuju kelasnya. "Ada orang lain?"

Lihat selengkapnya