Membuat kamu bahagia adalah kebahagiaanku. Dan membuat kamu jatuh cinta itu bukan aku.
* * *
Maherjuna menatap cewek di hadapannya dengan penuh harapan. Walau ia tidak tahu harapan apa yang bisa dirinya dapatkan dari seorang Kiran ketika cewek itu kini menatapnya dengan penuh kebencian.
"Lo itu gak ada capek-capeknya apa?" kesal Kiran karena Maherjuna tidak pernah mengerti hubungan mereka sekarang. "Kalau lo kayak gini terus bukan cuma lo yang nggak bahagia, Juna. But me too. Gue capek harus hadapin lo yang nggak pernah sadar kalau we can't be together anymore."
Semakin terdiam karena kata-kata Kiran membuatnya ingin sekali menyerah, namun melupakan seseorang itu tidak mudah. Kalau Maherjuna bisa mendapatkan Kiran kembali seperti ketika ia memenangkan judi saat itu, akan Maherjuna perjuangkan dengan segala cara. Ia akan benar-benar memenangkan Kiran agar tidak jatuh ke tangan orang lain.
Namun nyatanya, sama seperti hilangnya uang dari judi itu seakan sangat menjelaskan Kiran juga bisa hilang begitu saja diambil orang lain.
"Jun, gue bisa jadi teman lo. Gue mau dengar apa pun kalau lo memang lagi ada masalah." Kiran melanjutkan ucapannya. "Cuma kalau lo selalu berharap gue bisa cinta lagi sama lo. You better go away from my life."
Melihat Maherjuna yang kini malah diam membuat Kiran menghela napas lalu berbalik pergi meninggalkan cowok itu. Namun suara Maherjuna, lebih tepatnya kalimat yang diucapkan cowok itu berhasil membuat Kiran menghentikan langkah.
"Kasih gue alasan kenapa perasaan lo bisa berubah?" Maherjuna mengajukan pertanyaan itu. "Apa kurang gue, Kiran? Apa yang gue nggak punya sampai lo gak bisa bahagia sama gue?"
"Kata siapa gue nggak bahagia?" Dari jarak yang cukup jauh, Kiran membalas pertanyaan cowok itu. "Lo selalu buat gue bahagia. Apa pun yang gue mau, you are always there for me. Tapi ... bukan itu yang gue cari, Juna. Dan kurang lo? Kurang lo adalah lo nggak akan lagi bisa punya perasaan cinta dari gue."
Kiran masih menatap mantan kekasihnya itu, walau jarak percakapan mereka tidak sedekat sebelumnya. Tapi Kiran berharap Maherjuna bisa mengerti. "Sayangnya perasaan gue berubah saat gue menemukan orang yang menurut gue, dia bisa buat gue bahagia."
"Buktinya?" tanya Maherjuna lagi. "Kalau dia bahkan nggak terima lo jadi pacarnya, mana letak kebahagiaan yang lo cari Kiran?"
"Bahagia mencintai seseorang, karena selama ini gue cuma bisa dicintai." Kiran menjawab lagi. "Selama ini gue terlalu banyak dicintai sama lo sampai gue tau ternyata gue nggak pernah mencintai lo balik."
"Walau sampai kapan pun dia nggak akan terima lo?" tanya Maherjuna padahal ia muak untuk membahas laki-laki yang sekarang dicintai oleh Kiran. "Are you still happy?"
"Jangan tanya gue karena gue juga nggak tau jawabannya," balas Kiran langsung, ia selalu berharap obrolannya dengan Maherjuna tidak membawa emosi-emosi yang membuat mereka bertengkar. Padahal, seharusnya, tidak ada lagi yang perlu mereka perdebatkan. "Gue bisa jadi teman lo. Gue bisa jadi orang yang dengar apa pun masalah di hidup lo, Jun. Selama jadi pacar lo, gue mengenal lo baik. Gue bisa kasih saran yang mungkin lo butuh."
Maherjuna tersenyum kecut mendengar itu. "Teman? Lo pikir gue nggak punya teman sampai lo harus dengar masalah gue? Sampai gue harus cerita kalau adik gue meninggal, kalau nyokap gue sekarang gila, kalau orang tua gue pisah. Keluarga gue berantakan. Itu yang mau lo dengar?!"