Manusia itu seperti lukisan abstrak. Sekalipun lukisannya berantakan, masih ada orang yang berusaha memahaminya hanya untuk mengetahui apa arti lukisan itu.
* * *
Buku-buku tersusun rapi di setiap rak. Beberapa komputer pada meja pun bisa dipakai oleh murid yang datang ke perpustakaan. Perlahan Geta menarik napas, berharap wangi buku bisa menenangkan dirinya, dan embusan napasnya kali ini mampu menguatkan hatinya.
Mata Geta terfokus pada layar komputer, ia memang sedang mengerjakan tugas di perpustakaan. Mengetik laporan yang nantinya ia cetak dan langsung kumpulkan tepat pada jam pelajarannya.
Namun di sela-sela mengerjakan tugas, Geta sempat untuk menceritakan semua yang terjadi tentang Maherjuna kepada Reisa. Cewek itu kini mendengarkan dengan jelas apa yang dia lakukan sampai akhirnya melihat Maherjuna sedang berbicara dengan seorang perempuan.
"Jadi menurut lo Maherjuna udah punya pacar?"
Pertanyaan Reisa membuat Geta terdiam. "Gue juga sebenarnya gak yakin itu pacarnya atau bukan. Tapi ... kalau dilihat dari tatapan dia waktu itu kayak jelasin banget kalau Maherjuna suka."
"Ya gimana ya?" Reisa membalas sama bingungnya. "Kalau Maherjuna beneran punya pacar, buat kali ini lo harus berhenti berharap lebih ke dia, Ta."
"Berhenti?" alis Geta bertemu, sebenarnya ia tidak ingin melakukan itu. "Sia-sia dong selama ini gue punya perasaan ke Maherjuna? Kata lo harus diperjuangin, sekarang apa yang gue harus lakuin, Sa?"
Reisa menggeleng. "Gue juga gak tau. Walaupun mereka belum tentu bareng ke depannya, tapi kalau gue di posisi si cewek, gue bakal sakit hati banget sih cowok gue dideketin sama cewek lain."
Ekspresi Geta yang sedih membuat Reisa menatap sahabatnya itu dengan iba. Dia menepuk bahu Geta untuk menangkan cewek itu. Kalau sudah seperti ini, dia yang biasanya sering marah karena Geta membicarakan Maherjuna terus pun tampak kasihan.
"Ta, gue mau ke kantin dulu ya!" ucap Reisa yang bangkit dari kursi. "Tugas lo belum selesai, kan? Mau titip makanan atau minuman?"
"Nggak, Sa, gue mau fokus kerjain tugas aja dulu." Geta menggeleng cepat dan dibalas anggukan Reisa yang kini sudah melangkah pergi.
Beberapa menit Geta mengetik, ia menyelesaikan tugasnya secepat mungkin untuk bisa dicetak dan dikumpulkan tepat pada waktunya. Ketika sudah selesai, ia merapikan semua buku yang ia bawa tadi dan bergegas ke luar dari perpustakaan.
Awalnya Geta masih bisa mengatur diri untuk membuatnya tenang. Namun saat melihat Maherjuna ada di lapangan bersama teman-teman cowok itu. Perasaan Geta menjadi tidak biasa, ia masih ingat jelas bagaimana Maherjuna menatap cewek lain dengan memberi tatapan yang membuatnya cemburu.
Geta merasa langkahnya memelan, ia masih terfokus pada Maherjuna yang kini berlari memutari lapangan. Terlihat cowok itu sedang melakukan pemanasan sebelum mulai bermain basket bersama beberapa teman cowok itu.
"Jun!" teriak salah satu teman Maherjuna. "Lo nggak kenapa-kenapa kan?"
Geta mendengar jelas pertanyaan itu yang membuatnya kini juga memperhatikan keadaan Maherjuna. Cowok itu berhenti berlari sembari memegang dadanya. Alis Geta bertaut walaupun ia melihat Maherjuna mengangkat ibu jarinya yang menandakan bahwa cowok itu baik-baik saja.
Mereka semua masih berlari, tapi perhatian Geta semakin terarah kepada Maherjuna yang terus memegang dada. Wajah pucat Maherjuna tercipta jelas yang membuat Geta kini berjalan ke lapangan.