Aku yakin aku bukan yang terbaik untuknya. Tapi aku tetap mencintainya seperti aku yakin dia juga belum tentu menjadi yang terbaik untukku.
* * *
Tepat ketika Geta membuka pintu, angin sejuk menerpa wajahnya dengan lembut. Cewek itu merasakan dingin yang mengenakan. Apalagi memandangi banyaknya makanan dan minuman ringan terletak rapi di setiap rak. Andai ia menjadi anak pemilik minimarket, mungkin setiap hari kalau mau jajan tinggal ambil saja di rak.
Sayangnya, ia bukan dari anak pemilik minimarket. Dengan uang pas-pasan, setidaknya Geta masih bisa jajan untuk dirinya sendiri. Ia bersyukur tetap bisa makan sementara masih banyak orang yang kelaparan dan tidak seberuntung dirinya.
Ketika ingin mengambil minuman ringan di lemari pendingin, seseorang menabraknya begitu saja. Membuat Geta hampir terjatuh. Dengan cepat memastikan bahwa minuman yang tadi baru saja mencium lantai kini baik-baik saja, bisa rugi kalau pecah dan Geta bersyukur kemasan minuman itu masih baik-baik saja. Ia mendongak untuk melihat siapa orang itu.
"Eh, gue gak sengaja!" ucap cewek itu panik. "Maaf ya, maaf banget."
Bukannya membalas, Geta terpaku ketika melihat seorang cewek di hadapannya. Cewek yang baru saja menabraknya dan meminta maaf adalah orang yang berhasil membuat hatinya sakit. Cewek itu juga yang membuat Maherjuna menatapnya dengan penuh cinta.
"Ada yang rusak?" tanya cewek itu lagi.
Sekarang yang Geta lihat, cewek itu masih mengenakan seragam IHS. Seragam yang sama persis seperti yang Ivar gunakan. Tidak salah lagi kalau cewek itu juga murid IHS. Hanya saja Geta gatal sekali ingin bertanya.
"Hello?" Cewek itu bingung karena Geta sama sekali tidak merespons. "Kalau minumannya pecah, biar gue yang bayar."
Geta menggeleng pelan. "Nggak pecah."
Dia tersenyum mengangguk. "Sekali lagi maaf ya," ucapnya sopan kemudian mengambil botol minuman di lemari pendingin. "Kalau gitu, gue pergi duluan!"
Entah kenapa, Geta menahan dirinya untuk tidak bertanya. Namun semakin ia tahan, semakin Geta akan menyesal jika tidak bertanya. Ia berjalan cepat menghampiri cewek yang tidak Geta kenal itu sebelum sampai kasir. Tapi Geta masih sempat melihat tanda pengenal di seragam cewek itu. Kiran, namanya.
"Gue boleh tanya gak?" Suara Geta hampir seperti teriakan, namun ia berharap hanya cewek itu yang mendengar dan tahu kalau dirinya ingin berbicara.
Kiran berbalik, bingung karena sejak tadi Geta hanya diam dan ketika dia ingin pergi namun cewek itu malah bertanya. "Ya?"
"Mungkin lo bakal kaget sama pertanyaan gue," ucap Geta mencoba berbasa-basi. "Tapi gue perlu tanya sekarang."
"Silakan!" Kiran menaikkan kedua alisnya, tersenyum namun masih tidak mengerti.