Kisah cinta kita bukan tentang bahagia.
* * *
Saat Viori masih hidup.
Cewek itu tersenyum dengan senang sembari membawa kue kering rasa cokelat kesukaan Ivar. Langkahnya mantap berjalan ke arah pintu masuk Indonesia History School. Viori yang masih mengenakan seragam SMP tampak menjadi perhatian beberapa orang di sana ketika cewek itu kini berjalan dengan percaya diri.
"Mau ketemu siapa, Dek?" tanya penjaga sekolah yang kini berdiri di dekat Viori.
Viori sendiri tersenyum dengan ceria. "Saya mau ketemu murid IHS, Pak. Namanya Glenra Ivari. Sudah pulang atau belum ya kalau jam segini?"
Penjaga sekolah itu mengangguk paham. "Ada yang sudah pulang dan ada juga yang belum, Dek. Biasanya yang belum memang ikut ekstrakurikuler atau ambil jam renang," ucap beliau menjelaskan. "Tapi kalau bukan murid IHS tidak boleh masuk ke dalam ya, Dek."
"Iya, Pak. Saya tau," balas Viori sudah sangat paham. "Ini saya lagi telepon Ivar."
Walaupun sepertinya penjaga sekolah itu tidak mengenal siapa pemilik nama Glenra ivari, tapi Viori menyebutkan nama cowok itu berkali-kali. Viori pun mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Ivar namun belum diangkat, ia selalu berpikir ketika Ivar tidak mengangkat panggilannya mungkin cowok itu sedang sibuk. Membuatnya dengan sabar menunggu Ivar sampai cowok itu benar-benar keluar dari sekolah.
Viori memperhatikan ke dalam sekolah IHS, meskipun ia tidak bisa melihat apa yang ada di dalam sana. Tapi Viori berharap di lobi sekolah ini dirinya bisa melihat Ivar karena kue ini harus benar-benar sampai ke cowok itu. Namun pandangannya terhenti pada seseorang yang seperti tidak asing baginya.
Viori tersenyum semangat. "KAK KIRAN!"
Ia dapat melihat Kiran yang kebingungan karena mendengar dirinya dipanggil tapi dengan cepat Viori langsung paham. "KAK KIRAN! DI LOBI!" teriak Viori lagi.
Tepat saat itu Kiran melihat Viori. Senyuman Viori makin mengembang saat tahu kekasih kakaknya ada di sana. Kiran yang sebenarnya ingin pulang pun sekalian saja berjalan menghampiri Viori.
"Senang banget Vio ketemu Kak Kiran di sini," ucap Viori lebih dulu. "Tapi sedih deh karena Kak Juna gak bisa sekolah di IHS. Gak bisa satu sekolah sama Kak Kiran."
Kiran yang diajak bicara pun tampak tersenyum tipis dan mengangguk mendengar ucapan Viori. Dia masih berdiri di depan Viori, tidak enak dipanggil namun dirinya pergi dengan cepat begitu saja.
"Vio udah belajar soal-soal ujian dari lama, supaya bisa lolos ujian beasiswa IHS." Cewek itu masih sama saja semangat. "Susah banget sih, Kak, masuk IHS. Apalagi kuota beasiswa tahun ini cuma dua orang aja sementara aku harus saingan dari banyak sekolah."
Kiran mengangguk paham namun belum membuka suaranya. Viori terlihat menjaga sebuah kotak yang seperti akan diberikan pada seseorang.