Kamu bohong.
* * *
"Mama istirahat aja," ucap Maherjuna ketika melihat mamanya masih terus merapikan barang-barang Viori agar kamarnya lebih rapi. "Biar Juna yang bersih-bersih."
"Kamu yakin mau bantu bersih-bersih?" tanya Maurin memastikan. Ia memang tidak pernah memberatkan anak-anaknya untuk mengerjakan pekerjaan rumah.
Maherjuna mengangguk dengan yakin. Ia pun kini melihat mamanya tersenyum dan berjalan ke luar kamar membiarkan Maherjuna merapikan barang-barang milik Viori. Kamar ini memang tidak akan digunakan oleh siapa pun. Biarkan menjadi kenangan mereka kalau Viori pernah ada di dunia ini.
Ia berjalan menghampiri bingkai foto yang lebih baik disimpan di dalam rak saja. Menurut Maherjuna, daripada terlihat terus setiap hari, hanya akan memunculkan kembali kesedihan yang berakhir membuat mamanya malah makin tidak mengikhlaskan kepergian putrinya itu.
Hanya saja gerakan Maherjuna terhenti saat ia mengingat kalau Viori pernah menuliskan kata-kata di balik foto. Maherjuna melepaskan lembar foto itu dari bingkai, memeriksa mungkin saja Viori benar-benar menuliskannya.
Benar saja, di sana ada lagi tertulis ungkapan perasaan yang Viori rasakan. Entah kapan waktu itu terjadi tapi Maherjuna mencoba mengira dari foto cewek itu dengan laki-laki yang pernah Maherjuna lihat langsung tepat di hadapannya.
"Makasih ya, Var. Kamu selalu buat aku tersenyum."
Di foto itu menunjukkan kalau Viori sedang bersama Ivar, berada di sebuah coffee shop dengan kue yang menurut Maherjuna terlihat biasa-biasa saja. Namun mungkin yang terlihat biasa akan menjadi spesial jika diberi oleh orang yang kita cintai. Persis seperti yang Viori rasakan, ekspresinya di foto sangat menunjukkan kebahagiaan.
Kemudian foto kedua, di sana ada Viori sedang bersama Maurin di rumah sakit. Viori tersenyum di depan ruangan yang seharusnya membuat cewek itu takut karena kesehatan cewek itu sedang dipertanyakan perkembangannya. Tetapi dia ternyata malah mengabadikan momen itu dengan senyuman.
"Selalu jaga kesehatan Vio, ya! Mama gak mau Vio kenapa-kenapa."
"Tenang, Ma. Vio selalu jaga kesehatan. Vio sayang Mama."
"Mama gak apa-apa harus keluarin uang yang banyak asalkan Vio sembuh."
Senyumanku waktu itu seharusnya hilang, tapi aku tidak mau menunjukkannya karena aku tau mama bisa nangis di sana. Aku gak mau orang-orang lihat keadaanku dan mama.
"Maaf ya, Ma. Maaf kalau sakit Vio jadi repotin Mama."