Aku menunggu waktu itu. Saat aku dan kamu berakhir bersama.
* * *
Maherjuna terduduk dengan diam di kursinya. Makanan yang sudah ia beli dibiarkan mendingin dengan sendirinya. Walaupun teman-temannya di meja yang sama tampak mengobrol dengan asyik, berbeda dengan Maherjuna, cowok itu merasa ia makin tidak tahu harus berbuat apa lagi?
Mengetahui fakta bahwa Gahan adalah ayah dari Geta dan Ivar, ia merasa sangat kecil. Maherjuna sendiri yakin kalau kemenangannya saat itu adalah keberuntungan. Ia berpikir kalau sebenarnya tidak ada yang bisa mengalahkan seorang Gahan. Ia bahkan tidak mengerti mengapa semudah itu dirinya bisa menang dari Gahan.
Skylar sendiri mengatakan kalau pria paruh baya itu sangat jago dalam biliar. Sementara Maherjuna bukan apa-apa, kemenangannya melawan Skylar pun karena temannya itu tidak begitu bisa main biliar. Apalagi dilihat dari kehebatan Geta bermain, seorang cewek seperti dia saja bisa lebih baik dibandingkan Skylar.
Tetapi perhatiannya terhenti pada seseorang tidak begitu jauh dari tempat duduknya sekarang. Siapa lagi yang ingin diam-diam menatap Maherjuna selain Geta? Jelas hanya cewek itu. Pandangan keduanya saling bertemu namun keduanya juga tidak ingin berbicara satu sama lain.
Sementara Geta, ketika dirinya menatap mata Maherjuna, dan menangkap kalau cowok itu sedang melihat ke arahnya sekarang--Geta tidak akan membuang muka sedikit pun. Ia berharap dengan mengatakan kebenaran ke mamanya, semua bisa diselesaikan dengan mudah.
Geta berpikir, kalau ia yang menyelesaikan ini, mungkin ia akan melakukan hal nekat seperti yang biasa dilakukan dirinya. Untuk masalah berat seperti ini, Geta tidak ingin dirinya terlalu berani. Ia takut menyakiti setiap orang yang harusnya tidak memiliki masalah ini.
"Gimana perkembangannya, Get?" tanya Reisa ketika melihat kalau Geta dan Maherjuna saling menatap satu sama lain.
Baru Geta memutuskan pandangan mereka ketika Reisa bertanya. "Gue bilang semuanya ke nyokap gue. Gue kasih tau semua yang udah Ivar lakuin ke Viori."
"Hah? Serius lo kasih tau semuanya?" tanya Reisa sangat terkejut. "Terus gimana nyokap lo? Jadinya masalah kalian gimana?"
Geta menggeleng lemah. "Gue nggak tau, Sa," lirihnya. "Nyokap pasti kaget, tapi gue gak tau apa yang mau dia lakuin ke Ivar. Cuma ... gue dan Maherjuna masih tetap sama, Sa. Dari awal, gue sama dia bukan siapa-siapa."
"Dari yang gue lihat sih, dia perhatiin lo terus, Get." Reisa mengatakan yang menurutnya benar namun Geta yang tahu tentang itu, tidak ingin berharap lebih dari Maherjuna. "Walaupun dia minta lo terus menjauh. Tapi gue yakin banget sebenarnya dia sendiri gak mau semua ini terjadi."
Geta tersenyum tipis mendengarnya. Ia mengangguk pelan sebagai jawaban, Reisa selalu membantunya untuk tidak begitu berpikir buruk tentang Maherjuna. Walaupun cewek itu tahu bagaimana seorang Maherjuna itu seperti apa.
"Dia cinta sama lo, Get," lanjut Reisa sekali lagi. "Lo berhasil buat Maherjuna jadi suka sama lo. Dari awal kita tau gimana Maherjuna, iya, kan? Dia bahkan langsung pergi tinggalin nyokapnya yang pingsan di pemakaman Viori. Tapi makin ke sini, dia bahkan bisa kepikiran buat rencana untuk bunuh kembaran lo karena akhirnya dia sadar kalau Viori punya masalah."
Benar. Reisa juga paham perubahan pada Maherjuna ketika Geta dan cewek itu pernah membicarakan kalau Maherjuna orang yang tidak peduli dengan sekitarnya. Bahkan untuk sekadar peduli ke keluarganya sendiri, cowok itu lebih mengenal dirinya seorang.
"Dan kehadiran lo sekarang, Get. Buat Maherjuna jadi sadar kalau dia sama sekali gak benar-benar tau dunia ini memang saling berhubungan. Kecil banget, kan, Get? Sampai akhirnya dia tau kalau lo dan Ivar saudara kembar yang ternyata Ivar sendiri itu pacar adiknya."
Geta terkekeh mendengar itu. "Jadi sekarang gue harus tunggu waktu yang tepat gitu, Sa?"
"Iya," jawab Reisa semangat. "Waktu kalau lo dan Maherjuna bersama. Lo udah ada di hidup Maherjuna terlalu jauh, Get. Gue harap Tuhan gak buat perjuangan lo sia-sia."
* * *
Ivar melangkahkan kakinya menuju kolam renang bersama teman sekelasnya yang lain. Cowok itu sudah mengganti seragamnya dengan baju renang. Hari ini memang jadwal kelasnya untuk belajar bersama Coach Dadi, salah satu guru renang di Indonesia History School.
Hanya saja perhatian Ivar sekarang tertuju pada Kiran yang sedang memperhatikannya. Ia mengingat kata-kata terakhir cewek itu ketika mereka bertemu di kelab. Tapi saat itu Ivar memang tidak ingin diganggu oleh siapa pun ketika dirinya sendiri sudah sangat kacau. Tetapi sekali lagi, mungkin sampai kini pun pikirannya belum benar-benar membaik.
Dari jarak yang cukup jauh, Ivar duduk di bangku penonton tepat berseberangan dengan Kiran. Cewek itu juga sama sekali tidak ingin mengalihkan perhatiannya. Walaupun mereka berbeda kelas, tapi pada akhirnya Ivar dan Kiran akan dipertemukan di jam renang di hari dan jam yang sama.
Saat ini pada jam renang ada tiga gabungan kelas berada di sana. Pertama kali saat Ivar berada di kelas 9 IPS 2, awalnya kelas Ivar tidak tergabung bersama dua kelas ini, namun semenjak kenaikan ke kelas sepuluh digabung menjadi tiga kelas dalam satu waktu yang sama. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Kiran. Cewek itu berada di kelas IPS 3 dan sisanya adalah kelas IPA 1.