Selasa, 11 Musim Hujan, tahun 23XX
Cahaya matahari bersembunyi malu di balik awan hitam. Pagi yang tenang dan damai bersama secangkir kopi americano panas dan dator yang menyala berkedip-kedip. Dentingan sendok yang beradu serasi dengan garpu juga menemani pagiku hari ini. Tepat di depanku, seorang anak kecil berkisaran umur 7-8 tahun sedang asyik mengunyah sosis jumbo dan sesekali melahap nasi goreng rumahan.
Aku menyesap kopi, melirik sedikit ke arahnya yang sedang sibuk dengan sarapan pagi. Mencoba kembali fokus dengan dator, namun banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepala. Namun, anak itu seolah tidak peduli dengan perasaanku saat ini. Atau mungkin saja dia pura-pura tidak tau tentang keadaanku.
"Terima kasih atas makanannya." Setelah meneguk segelas susu hangat. Dia menyatukan kedua tangannya, berterima kasih atas sajian sarapan hari ini.
"Kak Cut?" Aku tersentak kaget. Belum terbiasa dengan panggilan 'kakak' yang berada di depan namaku.
Aku meliriknya, bertanya lewat tatapan mata.
"Apa aku boleh tinggal disini?" Pertanyaan itu lagi. Dia mengulangnya sebanyak yang dia bisa sejak sore kemarin.
Dengan senyuman aku menjawab pertanyaannya, "tentu saja. Aku akan sangat senang jika ada teman di rumah yang besar ini." Dan lagi-lagi dia terdiam seribu bahasa, seolah memikirkan sesuatu yang berat dan besar yang akan menjadi suatu akibat apabila dia tinggal bersamaku.
"Hemn, Kakak tidak berangkat berkerja?" Aku menghentikan aktivitasku. Lalu menatap lekat matanya. Kukira ada suatu hal yang membuatnya terdiam lama dan larut dalam pikirannya.
"Tidak, tak ada hal penting hari ini. Tapi Kakak berencana pergi ke suatu tempat pagi ini." Dia mengangguk, seolah paham akan perkerjaanku.
Lagi, dia terdiam seribu bahasa, larut dalam fikirannya. Aku yang melihat itu, mencoba mengabaikan dan berusaha fokus dengan dokumen penting yang sedang aku kerjakan.
"Kak," dia memanggilku lagi. "Di jalan S.Parman ada toko dessert yang lumayan terkenal. Green tea roll-nya katanya paling lezat di seluruh negri..." kalimatnya berhenti disana dan lagi-lagi dia terdiam.
"Apa Loey mau ke sana?" Dengan cepat dia menggelengkan kepala, lalu kembali terdiam seribu bahasa.
"Kalau Loey mau, nanti kakak sempatkan mampir ke toko dessert itu." Ucapku dengan serius.
Loey menatapku, terdiam sebentar, "Kakak perginya dengan siapa?"
"Eh? Hemn, dengan beberapa teman Kakak. Kenapa?"