Selasa, 11 Musim Hujan, Tahun 23XX
•
•
•
Lampu jalan menyala dengan terang. Langit dan jalanan penuh dengan vervoer, kendaraan canggih di zaman ini. Berbentuk oval, bulat dan kotak. Bagian dalamnya berdinding putih dan emas, dengan tempat duduk empuk di setiap sudutnya. Jika sewaktu-waktu ada berita penting yang mendadak, jendela vervoer yang satu arah akan berubah menjadi televisi. Selain itu, vervoer dilengkapin alat yang meminimalisir kecelakaan berkendara. Vervoer juga bisa jadikan kendaraan terbang atau darat seperti mobil zaman dahulu.
Tunggu, mengapa aku seperti mempromosikan vervoer? Hem, oke, lanjut ke cerita.
Kami mengakhiri rapat dengan tugas yang bertambah banyak. Seperti Karina yang harus bergegas pergi ke markasnya, dan diriku sendiri yang harus pergi ke rumah kakek tua itu. Padahalkan aku ingin rebahan dan melanjutkan drama "Talvar" yang sedang terkenal itu. Di episode terakhir si Rona terbunuh ditangan rivalnya, tapi katanya tidak begitu. Ugh, lagi-lagi aku out of the topics.
•
•
Bintang di langit sudah menunjukkan wujudnya. Dengan bulan purnama penuh yang membuat malam ini tidak segelap malam sebelumnya. Aku turun dari vervoer, di sambut dengan salah satu anggotaku. Dia menuntunku ke dalam rumah besar gaya eropa kuno.
"Bagaimana?" Aku berjalan di sampingnya.
"Tidak ada keanehan yang terjadi." Dia menjawab dengan cepat.
"Baguslah."
"Tidak, ada satu keanehan yang baru saja aku ingat." Langkah kami terhenti di tengah lorong penuh dengan lukisan minyak.
"Dia menyuruh pelayan menyiapkan makan malam untuk menyambut tamu. Tapi saat kami menanyakan ke butler (kepala pelayan), hari ini tidak ada pertemuan di jadwal. Sepertinya dia tau jika anda akan datang di jam makan malam."
Aku terdiam. "Oke, apa tidak ada keanehan lainnya?"
Sorot matanya memperlihatkan bahwa dia sedang menerawang jauh. Mengingat kembali kejadian hari ini.
"Kurasa tidak. Setelah anda menghubungi Airin, tidak ada kejadian aneh lainnya. Dia mengabiskan hari seperti biasa. Tidak ada yang berbeda."
Aku menyipitkan mata, menyilangkan tangan di depan dada. Menatap salah satu anggotaku dengan saksama. "Hemn." Gumamku, mendekatkan diri, menatap lekat matanya. Membuat dirinya mundur ketakutan sampai ke tembok.
"Oke. Ayo tunjukkan jalannya."
•
•