Runtuhnya Pesona Dewa Yunani

Lail Arrubiya
Chapter #3

Kaizan

Aku baru saja duduk di kursi kerjaku begitu sampai di kantor, saat Kepala Divisi keuangan, Bu Sindy datang dengan wajah tergesa-gesa menyuruh Kak Yuli menyiapkan dokumen persiapan penginstalan alat di sebuah perusahaan kimia. 

Langkahnya tegap menghampiriku, sorot matanya juga tegas. Tak banyak yang bisa menerima pandangan itu tanpa merasa terintimidasi."

"Kinara, ini Purchase Order yang baru dari PT. Minyak Tenggara, alatnya belum dikirim. Kamu buatin dulu invoice-nya, nanti setelah alat datang, kamu baru minta tandatangan Pak Loise."

Aku mengangguk mengerti. Kemudian Bu Sindy berlalu bersiap memberi tugas lain pada Kak Ratna. 

PT. Minyak Tenggara memang salah satu perusahaan pengolahan minyak yang cukup besar di negara ini dan menjadi pelanggan yang membeli alat dari perusahan milik Pak Loise. 

 Aku membaca dengan teliti  Purchase Order yang aku terima. Membaca nama kontak yang bisa dihubungi. 

"Pak Prabu," gumamku sambil memasukan namanya ke daftar kontak di ponselku.

"Kak, ini Pak Prabu di bagian apa, ya?" 

Aku sedikit berteriak pada Kak Yuli disebelahku. Suara mesin printer di sana-sini sedikit mengganggu pendengaran. Di tambah suara staf yang mulai sibuk menelpon dan di telpon.

"Pak Prabu?" Kak Yuli sedikit mengingat nama yang kusebut. "Oh, itu ... supervisor finance."

"Oh," guamamku tak banyak bertanya. Besok lusa, mungkin saja kontak ini akan kubutuhkan untuk proses pembayaran tagihan, jika orang finance sulit ku hubungi, maka atasannya yang akan aku cari. 

Pekerjaanku akan mulai sibuk jika Bu Sindy datang dan memberi tugas. Satu tugas bisa merentet menjadi puluhan tugas. Telpon kantor juga akan lebih sering berdering jika ada alat yang belum di kirim. 

Sejauh ini aku bisa menjalankan peranku di kantor dengan baik. Aku bisa mengikuti arahan para senior tanpa ada hambatan berarti. 

Setelah seharian berjibaku dengan deretan huruf dan angka di komputer, serta beberapa suara berbeda lewat pesawat telpon, aku bisa merebahkan tubuhku di kamar kesayangan. Deretan angka dan huruf yang membuat mataku lelah, kini terobati dengan deretan wajah manis di dinding kamar dan mejaku. Deretan foto pria tampan bisa mengobati lelahku sepulang kerja, seakan sedang menyapaku, melebarkan senyuman. 

 Aku ingat sesuatu. Di tas ada novel yang tak sengaja harus aku beli. Niat hatiku, hanya ingin membaca sinopsisnya saja, namun karena berpapasan dengan Dewa Yunaniku, aku terpaksa membelinya. Berharap keajaiban itu datang memberi kami pertemuan lagi. 

Novel tentang seorang petarung sejati yang menepati janji. Novel aksi. Kurang menarik minatku, namun jika ingat ucapan itu aku semangat ingin membacanya. Berharap lagi, setelah membaca novel ini akan ada imbalan, bertemu dia lagi.

 Sialnya, sampai novel itu selesai dibaca aku tak kunjung bertemu dia. Ya, bagaimana caranya aku bertemu dia lagi? Hanya berharap tanpa berusaha, apa bisa? Haruskah aku mencarinya di mall itu lagi, di hari dan jam yang sama? 

Yes, pemikiran yang bagus. Aku akan coba ke Mall itu akhir pekan ini. Atau jika perlu, aku bisa lembur lagi, supaya jalan ceritanya lebih mirip.

===

Tanpa harus lembur aku berangkat ke mall di jam yang sama. Aku berjalan menuju toko buku tempat kami bertemu tempo hari. 

 Seisi ruangan di toko buku itu sudah kususuri, aku berlagak membaca sinopsis agar tak terlalu malu hanya berkeliling. Nihil. Tak ada dia disini. Dan aku harus kembali membeli satu novel dengan penulis dan genre yang sama pula, untuk menutupi rasa malu karena hanya berkeliling. Bukan hanya sekali. Tapi berkali-kali. 

Lihat selengkapnya