Runtuhnya Pesona Dewa Yunani

Lail Arrubiya
Chapter #4

Orang Yang Sama

Saat di rumah aku akan jadi kakak yang menyebalkan, menurut Ryan, adikku. Dia menyebut aku nenek sihir karena sering marah-marah padanya. Bagaimana tidak? Ia berlagak seperti anak emas. Dengan mudah memanggil Ibu jika ia butuh sesuatu, menu makanan harus sesuai keinginannya, bahkan di usianya yang sudah dua puluh tahun, ia masih harus dibantu mencari kaos kakinya sendiri. Semua itu karena Ayah yang terlalu memanjakannya. 

Ayah merasa Ryan berotak genius. Setiap tahun dalam tingkat sekolah ia selalu menjadi juara kelas, juara umum, bahkan sekarang menjadi asisten dosen di universitas ternama di kota ini. 

Sejak mengetahui anak laki-lakinya cerdas, Ayah tidak segan mengeluarkan biaya apapun untuk mendukung prestasi anaknya itu. Les, buku-buku mahal, sampai kendaraan pun disiapkan untuk kelancaran belajarnya. 

Kadang ingin aku bongkar ke khalayak ramai, kalau anak genius ini sangat manja bila sedang di rumah. 

Lalu bagaimana dengan aku, si anak standar? Ya, standar saja. Saat Ayah tahu nilaiku standar, maka fasilitas yang aku dapat juga standar. Entahlah, walau sudah coba ikut les di beberapa tempat, nilaiku tak bisa menandingi Ryan. Tetap saja standar. 

Ayah adalah seorang asisten manager di perusahan pengolahan emas di kota ini. Wajar jika ia bangga punya anak cerdas. Dia bisa membanggakannya di depan rekan kerja. Lalu aku bagai cerita intermezzo saja. Sedikit diceritakan kemudia seluruh fokus cerita beralih pada Ryan. 

Bersyukurnya, bekerja di perusahaan alat lab ini cukup mengukir senyum di bibir Ayah, walau tak bertahan lama. Paling tidak aku tak jadi pengangguran yang mencoreng nama baik keluarga. Maunya Ayah, aku bekerja di perusahaan atau instansi pemerintah.

Itulah sebabnya aku lebih suka berdiam di kamar jika libur. Mengobrol dengan Ayah sama saja menawarkan diri untuk di kritik. Lebih tepatnya, aku merasa dipojokan. 

Seperti malam ini, aku lebih suka menghabiskan waktu setelah makan malam di kamar, menonton drama Korea secara maraton. Sesaat mengalihkan duniaku. 

Dibawah terdengar mereka asik bercerita. Menceritakan prestasi apa yang dicetak si anak emas. 

===

Ada berita bagus hari ini, Bu Sindy berulang tahun dan akan mentraktir divisi keuangan makan di sebuah restoran lokal yang terkenal enak masakannya. Letaknya tak begitu jauh dari kantor.

Restorannya cukup ramai di jam pulang kantor. Saung-saung lesehan nyaris penuh. Tapi rombongan kami tak perlu ikut dalam daftar waiting list. Bu Sindy sudah memesan tempat ini beberapa minggu lalu. 

Meja dari dua saung di gabungkan menjadi meja yang sangat panjang. Ada sekitar dua puluh orang yang ikut ke acara ini. 

Pelayan mulai meletakan makanan. Udang saus padang, cumi lada hitam, ikan bakar dari berbagai jenis ikan dengan sambal yang bervarias dan olahan ayam. Tidak lupa sayur pelengkap seperti cah kangkung, sayur sop juga sayur asem. 

Aku sedikit memperhatikan seorang pelayan yang sibuk menurunkan makanannya dari nampan. Aku mengenalinya. 

"Egi?" 

Yang disebut namanya menoleh. Aku tak salah orang. Dia terlihat mengerutkan alis, mengingat wajahku yang mungkin tak ia hafalkan saat kami bertemu. 

"Eh, Kinara. Wah, bisa-bisanya kita ketemu disini." Pria dengan jenggot tipisnya itu tersenyum ramah.

Lihat selengkapnya