Lihatlah, bagaimana semesta sedang menghadirkan roller coaster di hatiku. Setelah nyali yang menciut, rasa percaya diri yang hilang, serta merasa Kai dan Marsya pasangan yang serasi, kini semesta sedang memberi dentuman hebat dalam jantungku. Berdetak tidak seperti biasanya.
Aku membaringkan tubuh sambil memeluk novel yang sebentar lagi akan selesai kubaca. Berharap kejadian hari ini akan terulang lagi.
Senyumku tak lepas sedari tadi sampai di rumah. Bahkan pertanyaan Ayah yang sedikit ketus tak kuhiraukan. Aku sedang mendapat kemujuran hari ini.
Siang tadi, selepas naik perahu bebek dengan Marsya, Kai menghampiri kami, mengambil botol minuman yang tersisa. Suara tegukan terdengar jelas, sepertinya dia sangat haus setelah mengayuh pedal perahu bersama Marsya, sambil menggerutu, "Ah, yang gowes aku doang."
Marsya cengengesan tak menampik.
"Kinara, mau naik juga?" Kai bertanya padaku dengan nafas yang sudah teratur.
"Eh?" Aku terkejut mendengarnya, entah itu pertanyaan atau ajakan.
"Tapi lain waktu ya, aku sudah ga bertenaga buat gowes lagi," ucapnya dibarengi senyum manis yang mengembang.
Aku menerima senyum itu. Kemudian Kai membetulkan posisi duduknya, bersila menghadapku. Jantungku jadi tak mau tenang. Wajah manis itu tepat di hadapanku.
"Bagaimana menurut kamu novel yang kemarin kita beli? Seru, kan?"
Hatiku bedesir. Pria ini memang pria sejati, menepati janjinya padaku tentang "tukar opini". Persis seperti petarung sejati dari buku yang kami baca.
Aku yang sudah membaca ulang novel itu dengan lancar menyebutkan opiniku.
"Lucu sekali, setiap ada wartawan wanita yang mewawancarai Thom, dia akan terbawa masalah." Aku mencampur cerita di novel pertama dengan novel kedua yang terpaksa kubeli. Ternyata itu novel series.
"Kamu sudah baca seri lanjutannya?"
Aku mengangguk bangga. Wajah antusias Kai menambah ketampanannya terpampang sempurna.
Saat itu aku benar-benar seperti sedang melayang. Dunia seakan hanya ada aku dan Kai. Suara desau angin dan pohon yang tertiup angin riang, serta riak danau yang tenang menambah suasana semakin manis. Semanis kalimat yang kutulis tadi.
Lalu, bagian paling membahagiakan selanjutnya adalah Kai mengantarku pulang, berboncengan dengan Kai bukan bagian dari harapanku hari ini. Bagiku, dia mau menepati janji untuk "bertukar opini" saja, sudah sangat membahagiakan. Berboncengan dengan Kai adalah keajaiban dan anugerah luar biasa.
Aku akan sulit tidur malam ini. Bagaimana bisa dia seringan itu mengajakku pulang bersama? Apa mungkin ...?
Ah, aku terlalu cepat menyimpulkan. Ayo cepat tidur.
===
Setumpuk pekerjaan tak membuatku lelah hari ini. Aku mendapat energi penuh untuk seminggu ke depan, berkat Kai.
"Alhamdulillah ..." seruan Kak Ratna memecah lengang di kantin yang sepi karena semuanya takzim menyantap makanan.
"Akhirnya, setelah sekian lama, Hadi ngelamar kamu juga."
Aku ikut tersenyum bahagia mendengar kabar Kak Yuli yang sudah menggelar lamaran tanpa mengundang kami. Acara pernikahannya pun akan segera di gelar bulan depan.
"Nah, untuk merayakan kabar gembira ini, aku traktir kalian minum di kedai kopi rekomendasi adik aku. Kopinya mantap dan tempatnya cozy, aku pernah diajak kesana sama adikku," ajak Kak Yuli dengan wajah sumringah.