Runtuhnya Pesona Dewa Yunani

Lail Arrubiya
Chapter #13

Geng Motor

Minggu ini aku kembali tidak bisa mengikuti kegiatan klub menulis. Ini hari pernikahan Kak Yuli, aku wajib hadir bersama rekan-rekan yang lain. Aku juga sudah bilang pada Kai tak perlu mengantarku, karena aku sudah janjian dengan staf lain. 

Aku mengenakan blouse ivory dengan paduan celana kulot viscose berwarna senada dan juga outer bermotif batik, tentu saja dengan warna yang senada. Rambut panjangku kubiarkan terurai dengan aksesoris jepitan kecil di pinggir rambut. 

Saat turun, aku melihat Ayah sedang serius menonton televisi dengan volume yang cukup besar, sampai aku bisa mendengar berita yang tengah disiarkan. Kerusuhan geng motor di pusat kota. Aku juga sudah membacanya di media online

Aku sekedar pamit pada aAyah dan Ibu kemudian segera pergi. Taksi online yang kupesan sudah menunggu di depan rumah. Aku dan yang lain sudah janjian bertemu di gedung resepsi saja. 

Sesampainya di sana, Kak Ratna dan staf keuangan lainnya sudah berkumpul. Kami tak banyak ngobrol, segera masuk menemui Kak Yuli yang sudah sah berstatus istri sekarang. 

Banyak kutemui rekan kerja dari perusahaan lain, saling sapa dan sedikit membicarakan urusan kantor. Dari sekian banyak rekan kerja yang kutemui, ada Aji disana. Tapi sepertinya dia tak tertarik menyapa. Biarkanlah. Dia memang begitu.

"Kinara, Pak Prabu, tuh," bisik Kak Ratna saat kami sedang duduk menikmati kudapan di acara ini. Puding cokelat dengan toping fla kental.

"Kenapa?" aku berseru tak berminat.

"Dia dikenal cowok yang sok cool. Ga banyak ngomong, jutek. Makanya banyak stafnya yang ngedumel di belakang," ucap Kak Ratna sedikit melirik ke arah yang dibicarakan.

"Memang, tapi kalau sudah ngobrol, lumayan, kok?"

"Lumayan?" Kak Ratna menatapku curiga.

"Iya, kan, aku pernah ngobrolin soal tagihan sama Pak Prabu," aku menepis santai tatapan Kak Ratna. 

"Kirain lumayan ganteng," celetuknya terkekeh pelan.

Aku melotot, melahap puding yang tersisa satu suapan besar. 

Tak lama, MC mengumumkan kalau mempelai akan segera melakukan prosesi lempar bunga. Prosesi ini ramai dilakukan kalangan anak muda zaman sekarang. Mungkin hanya untuk seru-seruan. 

Aku dan Kak Ratna antusias ikut, tak sengaja aku lihat seorang teman Aji menariknya masuk kedalam kerumunan. 

"Siap ya, ini khusus buat yang berencana menikah, ya, didoakan semoga segera menyusul mempelai kita," suara MC semangat menggoda.

Menyusul menikah? Ya, maunya begitu. Aku pernah membayangkan soal itu saat berada di butik Sachi juga di taman saat melihat sepasang sepuh yang masih mesra di usia senja mereka. 

Aba-aba mulai terdengar. Wajah-wajah berharap sudah bersiap menerima buket bunga penuh antusias. Akupun sama.

"Harus dapat!" gumamku bersemangat.

"Satu ... dua ... ti ... ga!" 

Mataku awas melihat gestur tangan Kak Yuli dan suaminya, menebak ke arah mana bunga itu akan dilemparkan. Aku berlari mengejar buket bunga yang terbang ke arah yang jauh dari jangkauanku. Namun semangat ini terlalu membara, bak semangat jomblo yang ingin punya pacar, mengejar apapun bentuk harapan itu. 

Buuugh ...

Aku mendapatkannya tepat di genggamanku, walau harus terjatuh dan sepertinya aku juga membuat jatuh seseorang. Semua mata tertuju padaku. Waktu seperti berhenti saat mereka menatapku dan orang yang terjatuh bersamaku.

Malu. Sampai sebegitunya aku ingin mendapatkan buket bunga ini. 

Lihat selengkapnya