Runtuhnya Pesona Dewa Yunani

Lail Arrubiya
Chapter #21

Hari Ulang Tahun

Matahari sudah tumbang di kaki langit, aku baru saja selesai mandi dan bersiap memoles wajahku secantik mungkin. Ini malam Minggu yang spesial. Hari ini adalah hari ulang tahunku. Kai sengaja mengajakku berkencan malam ini.

Sambil menata riasan, aku membayangkan makan malam romantis dengan lantunan dawai biola, lilin dan buket bunga sebagai hadiah. Ah, sempurna sudah khayalanku, seperti apa yang sering aku tonton di film-film romansa. 

Aku ingin segera menjadikan imajinasi itu sebuah kenyataan. Aku memastikan penampilanku sudah sempurna. Sejenak membuka ponselku, melihat pesan dari Kai yang sudah beberapa menit yang lalu masuk ke aplikasi pesan berwarna hijau. Sebentar lagi dia datang.

Aku turun untuk menunggu Kai. Mata Ayah, Ibu dan Ryan langsung tertuju padaku.

"Mau kemana?" tanya Ayah dengan mata tajam.

"Mau keluar sebentar," jawabku pelan. 

Terdengar jelas suara helaan nafas Ayah. 

"Kamu ini, kan, Ayah sudah bilang jangan membuang-buang waktu cuma buat main."

"Ayah, namanya juga anak muda," Ibu menyela membantuku menjawab.

"Ryan juga anak muda, Bu. Tapi dia mau melakukan kegiatan yang lebih produktif."

Selalu Ryan yang jadi pembanding? Kenapa tidak membandingkan aku dengan anak tetangga yang mangkir skripsinya, atau teman Ayah yang dipecat dari perusahaannya karena tersandung kasus narkoba. Ayah tak bersyukur aku tak seburuk itu. Ayah hanya sibuk mengomentari mereka.

"Sudah. Kamu sudah ditunggu, kan?" Ibu kembali menengahi.

Aku tetap harus berpamitan pada Ayah walau hatiku kecewa padanya. 

Di depan Kai belum datang, aku duduk di kursi teras masih dengan perasaan kecewa. Ini hari bahagiaku tapi justru aku mendapat kecewa sebagai hadiahnya. Tak ada yang mengingat hari ini sebagai hari spesial.

"Nih!" Suara Ryan terdengar dari sampingku, dengan sebuah kotak terbungkus kertas kado ungu di hadapanku. 

"Lu ulang tahun, kan, hari ini?"

Air mata yang kubendung sedari tadi menetes perlahan. 

"Tumben banget, inget." Aku menyeka perlahan agar make up-ku tak berantakan. 

"Sorry."

Suara motor Kai terdengar berhenti di depan rumah. Aku beranjak bangun tapi Ryan sudah mendahuluiku menemui Kai. 

Kai menyapa Ryan dengan ramah, menanyakan kabar. Aku menyikut Ryan agar segera pergi dari sini. 

"Buat kamu," ucap Kai sambil menyodorkan buket bunga degan berbagai macam jenis bunga. "Harusnya ini jadi adegan romantis, tapi Ryan seperti nyamuk diantara kita. Aku jadi ga enak."

Aku terkekeh menahan tawa. Ryan melotot mendengar ledekan Kai.

"Kita berangkat, ya," Kai pamit setelah dirasa cukup berbasa basi. 

"Jangan terlalu larut."

Ryan sudah seperti bapak-bapak. Kai hanya tersenyum mengerti bahwa itu seolah ancaman. 

Lihat selengkapnya