Runtuhnya Pesona Dewa Yunani

Lail Arrubiya
Chapter #36

Haus Perhatian

Pagi-pagi Athan sudah ada di ruanganku. Membawa setenteng buah tangan dari Kertapati. Pempek. 

"Wah, aroma pempeknya udah kecium dari radius dua ratus meter," aku langsung masuk dalam obrolan Athan dan teman-temanku. 

Athan menyambutku dengan senyum mengembang.

"Kayaknya ada yang dapet bonus gede juga, nih," ledekku pada Athan.

Dia masih tersenyum menatapku. 

"Nih, yang spesial buat kamu," ucap Athan menyodorkan sebuah paper bag dengan sebuah kotak di dalamnya. 

Aku mengangkat isi paper bag-nya. Sepasang boneka pengantin berbaju khas Palembang. Lucu. Perpaduan warna merah dan gold mempercantik boneka itu. Si pengantin pria membonceng pengantin wanita dengan sepeda. 

Kak Ratna dan Kak Yuli berdehem menggoda. 

"Kok, aku ga dapet pempeknya." Aku merajuk sambil menadahkan tangan pada Athan.

Tap!

Dia memberikanku sebuah gelang dengan motif songket berwarna merah.

"Tambahan," ucapnya singkat. 

Aku mendesis.

"Pempeknya?"

"Aku traktir bakso sepulang kerja," ujarnya sambil beranjak. 

"Fix, Athan suka sama Kinara," celetuk Kak Ratna. 

Aku menoleh dengan alis berkerut.

"Tinggal nunggu di tembak aja," tambah Kak Yuli.

"Kayaknya langsung ngajak nikah, deh. Liat aja oleh-olehnya, ngasih kode."

Aku menatap gelang di genggamanku. Apa iya? Athan?

Aku menghela nafas memilih segera duduk di kursi kerjaku. 

===

Seusai jam kerja selesai, helaan nafas lega nyaris terdengar mengisi ruangan ini. Semua sibuk membereskan dokumen yang tadi berserakan di atas meja. Aku memastikan semua barangku sudah tersimpan di tempatnya supaya besok aku tidak kelimpungan mencarinya.

"Kinara," Athan muncul dari pintu kaca ruangan kami.

Kak Ratna dan Kak Yuli sudah saling lirik, berdehem, menggoda.

"Ayo,"

"Seriusan, mau traktir?"

Aku tak mengerti kenapa tidak menolak ajakan Athan, karena aku juga merasa ada yang berlebihan dari sikap Athan padaku.

Kami makan bakso di kedai favoritku. Dekat Minyak Tenggara. Aku tidak khawatir lagi makan di sini. Mau bertemu Aji pun tak apa, justru aku bersyukur. 

Sialnya, bukan Aji yang aku temui. Pak Panji, si biang gosip. Dia menatapku, mendengus, tak banyak bicara. 

Mataku mengitari sekitar, tak melihat Aji sama sekali. Sampai aku selesai makan, tak kutemui Aji disana. Sepertinya Aji tak suka makan bakso. 

"Kamu ga suka hadiah dari aku?" Athan menatap paper bag berisi sepasang boneka pengantin dengan baju khas Palembang. 

"Suka, tapi aku juga mau pempeknya," jawabku sesekali menyeruput es teh.

Lihat selengkapnya