Tuhan mengabulkan doaku. Hari ini aku sudah merasa lebih segar dan kembali bekerja. Jaket Athan sudah wangi dan aku harus segera mengembalikannya. Aku tahu ini jaket mahal. Bisa bahaya kalau rusak di tanganku.
Saat jam istirahat aku mencari Athan di ruangannya. Tak salah, dia masih di ruangannya berkutat dengan layar laptop dengan ekspresi super serius. Aku nyaris membatalkan niatanku untuk masuk saat melihat ekspresi wajahnya. Tapi mata Athan terlanjur melihatku.
Aku tersenyum canggung, ada beberapa orang di ruangan ini yang juga sedang sibuk. Athan yang menghampiriku. Ekspresi seriusnya berubah seketika. Senyum lebar tersuguh untukku.
"Jaket kamu. Makasih, ya." Aku menyodorkan jaket yang aku masukan ke paper bag.
"Jaketnya buat kamu aja."
"Hah? Nggak ... nggak. Ini jaket mahal."
"Lalu?"
Aku tetap menggeleng dan memaksa Athan menerima jaket miliknya.
"Ok, lain kali mungkin aku harus memberi kamu jaket baru, supaya diterima."
Aku hanya tersenyum menanggapi gurauan Athan.
"Sudah makan?" tanya Athan yang sudah menerima jaketnya.
Aku mengangguk.
"Eh, Kinara ... pulang nanti, aku mau bicara," ucap Athan sedikit terbata.
Kenapa ga sekarang? Itu maksud tatapanku.
"Pokoknya jangan pulang dulu, nanti aku ke ruangan kamu."
Athan tak bicara lagi dan berlalu. Aku mengangkat bahu dan ikut berlalu, kembali ke ruanganku.
Tapi kenapa tiba-tiba aku berdebar. Seperti akan ada sesuatu yang akan terjadi.
Apapun arti debaran ini, aku harus menyelesaikan pekerjaan hari ini. Tumpukan file dan kertas sudah mengantri untuk dibuatkan tagihannya.
Aktifitas mulai lengang menjelang jam pulang kerja. Mereka lebih santai, yang sudah menyelesaikan pekerjaan, mengobrol ringan sambil membereskan barang-barangnya.
"Kinara, tadi, kan ada Pak Prabu," bisik Kak Ratna.
Aku menoleh cepat saat nama itu disebut.
"Dia ke ruangan Bu Sindy."
"Udah pulang?"
Kak Ratna mengangkat bahu.
Aku menghela nafas sedikit kesal, kenapa aku tidak melihat Aji datang. Pasti dia sudah pulang, sebentar lagi jam pulang Bu Sindy . Aku kembali merapikan barang-barang.
Tepat pukul empat, saat aku beranjak bangun, Athan sudah ke ruanganku dan mengajak pulang.
"Tadi mau bicara apa?" Aku masih mengingat ucapan Athan saat aku mengembalikan jaketnya.
Kami berjalan bersisian di tangga. Athan belum menjawab, tepat setelah anak tangga terakhir, Athan terhenti dan menatapku. Dia merogoh sesuatu dari jaketnya, masih dengan model jaket yang sama hanya berbeda warna.
"Aku suka sama kamu," ucapnya menyodorkan sebuah kotak kecil padaku. Isinya gelang.