Ruang tengah menjadi ramai saat malam hari seusai makan. Ibu akan asik dengan buku resepnya dan sibuk bertanya pada kami kue apalagi yang harus dicoba. Lalu Ayah, sibuk dengan berita di televisi. Berita tentang kasus suap di bea cukai. Sebenarnya kasus suap dan korupsi di pemerintah bukan hal yang aneh. Selalu saja ada kasus semacam itu di negeri tercinta. Tapi bagi Ayah, update berita semacam itu perlu untuk bahan obrolan dengan rekan kerjanya. Sementara Ryan akan menimpali komentar Ayah tentang kasus yang ditontonnya. Lalu aku akan sibuk dengan ponselku. Aku mulai ikut bergabung dengan mereka selepas makan. Di kamar aku hanya akan memikirkan Aji.
Tapi kali ini, justru aku bergabung dengan mereka untuk membahas Aji. Aku merasa butuh saran dari orang tuaku. Terutama Ibu. Aku rasa Ibu punya pengalaman tentang masalahku.
"Ibu," panggilku pelan saat ini sedang membaca majalahnya. "Aku boleh tanya?"
Ibu tahu, aku tak seperti biasanya. Menggelayuti dirinya sedari tadi. Majalah yang dipegangnya segera ditutup dan fokus padaku.
"Apa kalau sudah menikah, seorang istri wajib ikut suami?"
Tatapan ibu penuh curiga.
"Maksud aku, Ibu juga begitu, kan? Ibu ikut Ayah kesini dan meninggalkan keluarga Ibu."
"Memangnya kamu sudah mau menikah?"
"Eh?" Kenapa Ibu malah balik bertanya.
Ryan dan Ayah yang tadinya fokus pada layar televisi ikut menatapku.
"Siapa yang mau nikah?" Ryan ikut masuk dalam obrolan kami.
"Ih, apa, sih." Aku ingin berkelit.
Tapi aku butuh pencerahan sekarang. Aji hanya tiga hari di sini dan kami sepakat tidak akan bertemu sampai aku memutuskan. Katanya, biar aku lebih jernih dalam mengambil keputusan tanpa tekanan dari Aji.
"Lu masih sama Aji?" Ryan tambah penasaran.
"Kinara, kamu boleh cerita pada kami, kok." Ibu sudah melihat sorot mataku yang ingin bercerita.
"Hmm, Aji mau kami segera menikah."
"Apa?" Ryan terbelalak, persis seperti adegan orang kaget yang ada dalam sinetron.
Perhatian Ayah juga jadi tertuju padaku sepenuhnya.
"Tapi ... Aji masih harus bekerja di Kertapati. Mungkin, kalau kami menikah, permohonan pindah Aji bisa di ACC. Bisa jadi pertimbangan. Tapi, Aji ga memaksa jika aku mau menundanya. Hanya saja, nggak tahu sampai kapan."
Ibu menatapku dalam. Kemudian tersenyum.
"Ibu mengerti sekali perasaan kamu, Sayang. Ibu pernah ada di posisi kamu. Iya, kan, Yah?"
Ayah tak menjawab. Tapi raut wajahnya bilang iya.
"Dulu, Nenek kamu melarang Ibu, karena Ibu anak perempuan satu-satunya. Tapi berkat kegigihan Ayah kamu, meminta Ibu untuk dipersunting, Nenek mengizinkan."
"Tapi Si Aji ga berjuang, Bu. Mana? Dia ga datang sama sekali," Ryan menyela.
"Aji lebih mempertimbangkan kesiapan aku. Kalau aku siap, Aji mau datang ke rumah."
Ibu tersenyum lagi sambil menggenggam tanganku.