Runtuhnya Pesona Dewa Yunani

Lail Arrubiya
Chapter #46

EPILOG

Dua bulan setelah lamaran, Aji harus sering bolak balik untuk mengurus acara pernikahan kami. Aku sudah bilang kalau ia hanya perlu pulang dua kali saja. Toh, di sini ada ibunya yang sangat bersemangat menyiapkan segalanya bersamaku.

Tapi Aji keras kepala. Ia bisa pulang dua kali dalam sebulan. Wajahnya sudah lesu saat kami bertemu. Pekerjaannya yang menumpuk dan perjalanan jauh membuat wajahnya kusut. Tidak seperti calon pengantin yang sumringah setiap bertemu. Bahkan aku mulai melihat jenggot halus di rahangnya.

"Aji, nurut dong. Kamu pulang nanti saja. Lihat, wajah kamu lesu. Aku takut kamu sakit." Aku sudah sering mengomel bahkan saat kami bicara di telepon. 

"Ini akan jadi hari bahagia kita, saya tidak mau hanya kamu yang merasakan sensasinya. Acara ini, acara kita. Kita yang harus berjuang merealisasikannya. Supaya kedepannya, kita juga bisa bersama-sama mengarungi bahtera rumah tangga."

Aku menahan tawa mendengar ucapannya. 

"Kenapa?" 

"Kamu sudah terkontaminasi novel romansaku. Kalimat kamu romantis sekali," godaku membuat Aji mengembalikan garis wajahnya yang datar.

Perdebatan karena beda pendapat kerap kami temui saat mempersiapkan pernikahan. Untungnya, selalu ada jalan tengah dari perbedaan kami dan aku rasa Aji yang banyak mengalah meski dia keras kepala.

Setelah aku mengomeli Aji hampir setiap hari agar ia pulang saat mendekati hari H. Akhirnya dia menurut. 

Hingga hari pernikahan kami tiba. Debar jantungku tak mau berkompromi hari ini. Bertabuhan bagai genderang. Berisik. 

Aji sudah menunggu di meja akad dengan setelan putih layaknya pengantin lelaki Jawa. Konsep kami memang memadukan adat Jawa dan Sunda dalam satu pelaminan. Aji menggunakan blankon dan keris di pinggangnya, sedangkan aku memakai siger khas pengantin Sunda.

Lihat selengkapnya