Runutan Peristiwa

Dwiky Meidian
Chapter #1

Keluarga

Dingin menyeruak dari rembesan dinding semen di sudut beranda selepas rintik air yang berjatuhan dari langit. Radio bewarna silver yang sedikit bersawang tergeletak di atas meja kayu kecil, yang hanya berjarak beberapa centimeter dari tangan kiri seorang perempuan. Lagu kenangan terputar di salah satu channel radio favorit ia dan ayahnya waktu beberapa tahun silam, terlampir di sana, ia yang sekarang sedang melamun membersamai nada lagu mendayu-dayu, di atas kursi coklat, ringkih dan kusam. Tetes demi tetes air matanya berjatuhan pelan-pelan, matanya mulai memerah, sesekali pula ia coba menyeka dengan punggung tangannya.

Kenangan yang menyisakan serpihan masa lampau, tiada lagi sosok itu, kejadian yang tak pernah ia lupakan dalam hidupnya. Kendaraan roda empat yang menggilas, kecelakaan yang menyebabkan jasad Ayahnya sulit di kenali, yang menyisakan baju karyawan swasta yang berlabelkan Office Boy beserta nama lengkapnya.

Ia tak cengeng, hanya mengikuti suasana yang mengharuskannya merintikkan air mata. gelombang angin ketika hujan, menahkodai kesedihannya yang jarang ia tampakkan. Kuat, karena sadar ia adalah anak sulung, harus tegar, harus bisa menutupi kesedihan yang tiba-tiba ia dapatkan ketika hujan, terutama ketika bersitatap dengan adik kandungnya sendiri secara tak sengaja.

Aroma kentut menyeruak dari salah satu lubang di bagian tubuhnya, ia menghela nafas panjang, sesegera mungkin ia beranjak dari kursi, menghapus air yang membasahi di sekujur pipinya, kemudian lari terbirit-birit menuju tempat perenungan yang istimewa: wc, tempat pembuangan terakhir setelah melewati pencernaan. Pintu wc yang hanya terbuat dari sehelai kain hitam pekat dan menjulur ke arah bawah, menegaskan bahwa ia adalah pintu yang ketika angin berhembus, beberapa sudutnya ikut bergoyang berirama, serta tanda cahaya keputihan dari sorot lampu berwatt kecil nan samar yang bertempiasan ke arah kain tersebut, yang menandakan ada tidaknya orang di dalam wc tersebut.

*

Jelita Puspita, wanita yang mengukuhkan dirinya sebagai seorang content writing, berkulit hitam manis. Untuk embel-embel kata manis, sebenarnya bukan ia yang menyematkan, melainkan teman-temannya yang menjulukinya, hingga terpatri dan mulai memprakarsai kata itu dengan tingkat kepedeannya yang terus bertambah. Dengan tubuh berpostur 163 cm pula, ia dikategorikan sebagai orang yang tidak terlalu pendek dan orang yang tidak pula kelihatan tinggi. Menggemari dunia tulis menulis sedari lulus SMK yang bermula iseng-iseng berhadiah.

Menawarkan jasa yang mungkin tidak terpikirkan oleh banyak orang, atau bisa jadi sepele untuk sebagian orang. Salah satu situs blog adalah awalan dari semuanya, ia memulai menulis blog hanya untuk mengungkapkan keresahannya dan orang-orang yang berada di sekitarnya terhadap kehidupan sehari-hari, selepas Ayahnya meninggal. Biasa diupdate sebulan sekali, sebab untuk mengunggahnya ia perlu ke warnet dekat rumahnya. Ia biasa menuliskannya pada book note ketika waktu senggang, karena ia saat itu juga menjadi buruh cuci piring dan pakaian di tempat yang berbeda; mengikut jejak ibunya yang telah mendapatkan manis-pahitnya menjadi buruh cuci.

Keisengan yang ia pikir hanya sebagai hobi baru dalam hidupnya ternyata mendapatkan sejumlah apresiasi komentar dari blog yang ia tulis, setelah empat tulisan termuat dalam blognya itu, komentar silih berganti berdatangan, “tulisannya bagus”, “menarik”, “keresahannya sama seperti yang saya rasakan”, dan ada satu komentar yang tidak akan pernah ia lupakan yang bernama Denny Ihsan, “Bagus tulisannya Jelita, menarik, antara keresahan dan karakter tulisan yang bersatu padu yang membuat saya sebagai pembaca ikut membayangkan berada di posisi tersebut, kalau boleh saya bertanya, maukah kamu ikut menulis di web berbayar saya, jika memang mau, kirim portofolio kamu ke email saya ya, di ceritahirukpikuk.@yahoo.com, salam, terus berkarya.” Tak mau melewatkan kesempatan itu, tepatnya awal bulan Februari 2004, selang dua hari setelah ia dibanjiri komentar yang kebanyakan positif, kali pertama ia menjajal warnet di awal bulan, Membaca artikel cara membuat portofolio sederhana, dengan sigap ia kemudian langsung mempraktekkannya dengan menggunakan Microsoft word, dikejar dengan waktu billing warnet. Hampir setengah jam ia berkutat menanyakan pertanyaan kepada dirinya sendiri untuk di taruh dalam portofolionya itu, “hal apa yang di sukai dalam hidup”,”hobi apa yang biasa dilakukan”,”pengalaman pekerjaan”,”serta kekurangan dan kelebihan dari dalam diri”. Karena kepolosan dan minimnya pengetahuannya, ia akhirnya menjawab dengan keapaadaan dirinya, yang di sukai dalam hidup adalah saat bisa melunasi hutang ibunya yang gali lubang tutup lubang untuk membiayainya waktu dahulu, dan adiknya sekarang. Hobi yang biasa ia lakukan adalah menulis keresahan dalam kehidupan sehari-hari di book note yang ia dapatkan dari souvenir pernikahan tetangganya, lalu setiap di akhir bulan akan mendatangi warnet kesayangannya, kemudian memulai menjiplak tulisan yang berada di book note tersebut ke dalam Microsoft Word  dan langsung di post di blog. Pengalaman pekerjaannya adalah sebagai buruh cuci piring dan pakaian, seringkali di beri tip dari majikan karena ia mencuci dengan gesit, cepat dan bersih. Kekurangan dari dalam dirinya adalah belum bisa membahagiakan orang tua, belum bisa berdamai tentang kemiskinan yang menimpanya, belum bisa membeli beras tanpa hutang terlebih dahulu. Terakhir, perkara kelebihannya, ia menjelaskan bahwa ia adalah seorang anak sulung yang tangguh, yang percaya bahwa ada jalan untuk menuju sukses, ia selalu percaya apa yang diimpikan akan terwujud ketika usaha, doa, dan ikhtiar menyertai, dan yang paling penting dalam kelebihannya, ia menuliskan, selalu melakukan sesuatu dengan cekatan, efektif, dan memuaskan. Waktu billing tersisa sepuluh menit dari satu jam yang telah ia lewati, ia kemudian membaca sekilas portofolionya dan merapikan sedikit ketypoan dalam kata-kata yang dituliskannya, kemudian langsung mengirimkannya ke email yang diberikan oleh Denny Ihsan, ceritahirukpikuk@yahoo,com. Selepas sebuah berkas tertulis pesan telah dikirim, bersamaan itu juga biling menutup dengan sendirinya, dengan latar biru dan hijau yang mendominasi serta seekor lumba-lumba yang sedang berada di permukaan genangan air.

*

Bau hangus dari dapur tercium dari indra penciumannya, Jelita sebelumnya diberi pesan dari ibunya untuk mengangkat dandang nasi dari tungku ketika sudah matang. Ibunya pagi-pagi sekali sudah berangkat pergi karena diminta lembur dari majikannya di hari Minggu, sebab pembantu sang majikan sedang pulang kampung karena orang tuanya yang sedang sakit. Sekejap book note terlempar dari tangannya, lalu berlari kearah bau hangus itu. Khawatir bukan kepalang, ia langsung mengangkat dandang tersebut tanpa menggunakan lap, setelah setengah terangkat dari tungku, ia baru menyadari ada yang panas tapi bukan suhu tubuhnya. Terlanjur berada pada persimpangan antara dilepas namun sayang, ingin dilanjutkan namun resiko terluka. Akhirnya ia mengambil jalur kedua, dengan gesit ia memindahkan dandang tersebut ke lantai yang sedikit berpasir. Membuka dandang, lalu mengaduknya perlahan, hangus pada nasi untung hanya sedikit, dengan menggunakan centong, ia kemudian mengambil kerak-kerak nasi yang menghitam di dasar dandang, tampak raut kekecewaan terlintas dari pusar wajahnya, ia merasa bersalah atas kesalahannya sendiri. Tak pernah-pernahnya ia terledor seperti ini, ia memang telah bisa membeli beras satu kilogram untuk mengganti peristiwa ini, tetapi ia menyayangkan hidup yang dari segi materi mulai membaik, tidak boleh membuatnya menjadi congkak,

Dari pintu kamar yang terbuka yang dilapisi gorden hijau yang menutupinya, muncul Liranda Safitri, adik kandungnya yang menghampiri ke dekat tungku.

“Kakak masak apa? Kok hangusnya keciuman sampe ke kamar adek si?”

“Ngga kenapa-kenapa Lira, kakak cuma telat mindahin dandang nasi yang udah mateng.”

“Kakak lagi sibuk ya? Coba tadi bilang ke Lira, biar Lira aja yang mindahin, biar kakak ngga kelupaan ngangkat dandangnya.”

“Ah ngga kok Lira, nasi yang terkena hangusnya cuma dikit kok, ngga banyak, bisa lah untuk makan kita bertiga sampe malam nanti, lagian kakak juga denger Lira lagi telponan sama seseorang…”

“Haa apaa, kakak denger? Kakak denger yang bagian mana? Kakak emangnya kapan lewat kamar Lira? Kak…”

“Apaa yaa, banyak deh pokoknya, mungkin semua percakapan yang Lira bicarain, kakak dengar semua loh.” dalam hati, Jelita tertawa terpingkal-pingkal, karena melihat ekspresi adeknya yang tiba-tiba berubah menjadi cemas, padahal ia tak mendengar sama sekali tentang obrolan sang adik sama seseorang tersebut.

“Kakakkkk, jangan bilang ke Ibu ya, yaa kak?? Yayaya??”

“Hmm gimana yaa…”

“Kakakk, Lira cuma bilang i love you sama kangen doang kok, ngga macem-macem kok.”

“Ahh masa??” Jelita mencoba memancing lebih dalam lagi terhadap adiknya itu, karena mau ngelihat seberapa jauh adiknya jujur kepadanya.

“Iyaa kak, sama Lira mau pergi jalan nanti sore kak.”

“Ngga ada yang lain lagi nih?? Jangan sampai kakak yang ngomong duluan tentang obrolan Lira sama si ehem ya.”

“Suerr kakk, ngga ada lagi kakk yang lebih dari itu, sisanya mah Lira saling nanya udah makan apa belom, udah mandi apa belom, pun waktu Lira bilang udah mandi telponnya langsung mati, keliatannya si pulsanya abis kak.” Gawai punya Lira adalah warisan dari Jelita, merknya nokia tipe 1110 yang layarnya bewarna kuning.

“Lha bukannya Lira belom mandi??”

“Eh iya yaa, ah ngga papa kak, biar dia ngga ilfeel sama Lira hehehe.”

“Jangan ngebiasain bohong sama pasangan Lira, ngga baik, ntar kamu jadi kebiasaan bohong sama yang lain.”

“Iya kak, maapin Lira yaa..”

“Iyaa, jangan di ulangi lagi, buruan mandi sana…”

Lira bergegas mengambil handuk di tali jemuran dekat tungku kemudian menuju ke kain hitam pekat yang gulita, setelah menekan stop kontak lampu yang berada di sudut pinggir dinding wc, warna putih berpendar samar. Sementara ia kembali menuju ke kursi kayu tempat mencari ide dan kreatifitas dalam membuat tulisan, karena deadline dan seorang content writing adalah suatu hal yang tak terpisahkan.

*

Lihat selengkapnya