Rush Hour

NarayaAlina
Chapter #3

03 ~ Panggilan Tiada Akhir

Haruskah aku meniru bunglon?

Bukan plin-plan karena selalu berganti warna,

tetapi kemampuan menyesuaikan diri di mana dia berada.

Haruskah aku selalu berkamuflase untuk bisa diterima?

Ini semua terasa …, embuhlah!

(Nardo Shidqiandra)

πŸƒπŸƒπŸƒ

Matahari bahkan belum menampakkan diri, tetapi Nardo sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah barunya. Si bungsu bahkan masih setia dengan boneka beruang cokelat dalam pelukannya. Si sulung mendekati Adis, mengecup pelan kening adiknya dan meninggalkan sebungkus permen cokelat di samping bantalnya.

β€œBu, Yah, Nardo berangkat dulu!”

β€œHati-hati di jalan, Le. Jalanan juga masih sepi, ndak usah ngebut, ya!” ujar sang ibu.

β€œKa, pulang sekolah langsung pulang, jangan kelayapan jauh-jauh. Bantu ibu sama ayah jagain Adis,” pinta Nardo saat Oka menghampirinya untuk mencium tangan sang kakak.

Usapan pelan mendarat di kepala Oka saat dia menarik tangan Nardo hingga depan wajahnya. β€œSiap, Ndan, Laksanakan!”

β€œYah …,” Nardo meminta tangan sang ayah untuk berpamitan. Sang ayah mengusap pelan kepala putra pertamanya itu sembari berdoa untuk keselamatan anak-anaknya.

Doa dan rida dari orang tua adalah bekal terbaik untuk seorang anak. Bagi Nardo, mengantongi sebait doa, lalu mencium tangan ayah dan ibunya adalah berkah tersendiri. Menurut lelaki itu, selama orang tua masih ada dia wajib memuliakannya karena orang tua adalah ladang terbesar dan termudah untuk mendapatkan pahala.

Selepas berpamitan, Nardo bergegas membelah jalanan dengan motornya. Udara dingin langsung menyeruak dan membuatnya bergidik. Perlu sekitar satu jam perjalanan untuk sampai ke sekolah.

Apakah hanya Nardo yang menempuh jarak sejauh ini untuk mengajar? Tentunya tidak. Jika ingin ditelusuri dengan baik, ada banyak pengajar mulai dari guru honorer, guru sukwan, guru PNS dan non-PNS yang bernasib sama sepertinya, berangkat petang, pulang petang.

Pernah Nardo mendengarkan kisah salah seorang peserta diklat kurikulum yang menempuh perjalanan 76 km untuk sampai di sekolah. Bapak berusia hampir setengah abad itu ternyata sudah menempuh jalan yang sama selama hampir dua puluh tahun. Selama itu pula statusnya hanyalah sebagai guru sukwan.

πŸƒπŸƒπŸƒ

β€œPak Nardo nggak ada jam ngajar?” tanya Bu Dara saat melihat Nardo duduk di depan meja Bu Hasnah.

β€œJam saya masih nanti, Bu, jam terakhir. Ada yang bisa saya bantu, Bu?”

Lihat selengkapnya