Ketika alarm yang paling dihindari sudah mulai beraksi β¦
Tolong! Jangan memperburuk keadaan.
Aku ingin berdamai barang sejenak.
Bertahan sedikit lagi, setelah itu terserah!
Meredalah sejenak, selanjutnya apa kata nanti β¦.
~Nardo Shidqiandra ~
πππ
Sejak akurnya Bu Dara dengan Nardo, setiap pagi lelaki penyuka warna hitam itu pasti menemukan sebungkus roti dan susu cokelat. Sebenarnya dia sudah beberapa kali menolak, tetapi Bu Dara tetap enggan menghentikan kebiasaannya itu.
βBu, hari ini terakhir kali saya menerima pemberian Bu Dara. Sudah cukup, Bu.β
βPak Nardo sudah bosan dengan yang ini? Apa perlu diganti dengan susu rasa vanila?β
βBu-bukan begitu. Maksud saya, saya sudah memafkan Ibu, dan sudah tidak ada kesalahpahaman lagi, jadi Bu Dara tidak perlu melakukannya lagi.β
βMaaf, tidak menerima penolakan. Janji saya adalah hutang. Lagian suami saya tidak keberatan.β Bu Dara berlalu meninggalkan Nardo yang kehilangan kata.
Si pemilik rambut cepak itu menghela napas. Bu Dara βliarβ, Nardo kelabakan menghadapinya. Begitu dia berubah menjadi jinak rupanya sama saja. Nardo tetap kelabakan menghadapi tingkahnya yang keras kepala.
Perubahan seseorang itu benar-benar tidak disangka. Ketika mereka sudah sampai di titik bisa menerima keadaan, disitulah mereka mulai berpikir dengan kepala jernih. Hingga akhirnya memilih untuk berdamai.
πππ
Nardo memulai paginya dengan tidak semangat. Dia melewatkan salat malam dan bangun saat kumandang azan Subuh sudah hampir selesai. Kebanyakan orang saat tidur lebih awal maka bangun juga lebih awal.
Namun, tidak untuk kali ini. Nardo justru terlambat bangun dengan tubuh yang terasa tidak enak. Tangan dan kakinya terasa dingin, belum lagi dengan jantungnya yang berdebar lebih keras dari biasanya.
Lelaki itu mencoba memantapkan hatinya untuk bangun dan mengumpulkan kembali puing-puing semangat yang sempat tercecer entah di mana. Beberapa kali ucapan syukur dia panjatkan atas nikmat kemarin, hari ini, dan untuk esok.
Sesampainya di sekolah, roti dan sekotak susu cokelat sudah menghias mejanya. Dia tersenyum dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
βBu, terima kasih!β ujar Nardo tanpa suara saat netranya bertemu dengan iris mata hitam milik Bu Dara dan dibalas dengan anggukan.