Saat ini, sepulang sekolah waktu Indonesia bagian barat. Tepat 1 meter di depanku, berdiri seorang gadis teman sekelasku, yang merangkap sebagai ketua kelas juga. Namanya Devia, umur 17 tahun. Dengan tinggi 160 Cm, kulit putih, rambut pendek sebahu, dan juga seragam putih yang ketat karena proses pubertas. Kita kesampingkan dulu so’al pakaianya yang ketat, karena sebetulnya banyak hal yang bisa diceritakan dari gadis ini. Tapi karena Aku adalah se’orang remaja yang baru 2 tahun lalu mengalami proses akhil baligh, Aku tak bisa memalingkan fikiranku dari keada’an pemandangan seperti itu. Mohon dimaklum,
“Jadi gimana? Kamu mau jadi pacar Aku?
Ya, Aku sedang menembaknya. Dan ini adalah pengalaman pertamaku menembak seorang gadis, sebetulnya ini adalah proses penembakan yang hanya bermodal nekad, karena Aku dan gadis ini tidak sedang dalam proses pendekatan, bahkan dia tidak pernah berbicara padaku, jika selain dari menyuruh untuk piket atau kerja kelompok. Aku hanya menggunakan fitur Direct Message Instagram untuk mengajaknya mengadakan pertemuan ini, kemarin malam.
“Iya, Aku mau!”
Apa? Apa barusaja dia bilang mau? Tunggu dulu, dia sedang tersenyum sekarang. Berarti dia setuju untuk jadi pacarku? Berarti sekarang kita pacaran? AAAAHH! Aku tidak menyangka percoba’an pertamaku ini akan berhasil! Ditambah gadis ini populer di sekolah, jadi Aku juga bisa numpang tenar. Tapi itu tidak penting sekarang! Dia masih tertawa, mungkin karena saat ini Aku sedang memasang wajah bodoh, karena sebelumnya Aku tidak mempersiapkan kemungkinan akan diterima. Masa bodoh dengan semuanya! Aku lelaki! Dan sebagai seorang pacar, sekarang Aku akan memulai langkah.
“Kalau begitu, Ayo pulang bareng!” Aku sengaja memberatkan suaraku supaya terlihat lebih maskulin, meski itu tidak terlihat natural.
“Maaf! Sepulang sekolah Aku ada pelajaran tambahan, Kamu pulang duluan aja!”
“Aku akan menunggu!” Tetap maskulin,
“Gak papa? Pulangnya sekitar jam 5 lho!”
“Kalau begitu Aku pulang duluan! Nanti jam setengah 5 Aku kesini lagi! Rumahku deket kok dari sini!” Kalau yang ini Aku lupa mencoba maskulin, suara asliku yang cempreng seperti engsel pintu kurang minyak ini akhirnya keluar tanpa sengaja.
“Beneran? Janji ya!”
“Iya, Aku janji!” Ini adalah janji pertama kami setelah menjadi sepasang kekasih.
“Kalau begitu Aku pergi dulu ya!” Ia melakukanya sambil melambaikan tangan, lalu pergi berlalu.
Ah! Ia berbalik kembali, ia tetap melambaikan tanganya sambil berjalan menjauh, dengan senyum manis yang mengembang, rambutnya yang pendek menutupi seperempat wajahnya dari samping, warna kontras antara kulit putih dan rambut hitam menyembunyikan keanggunan dibalik sela helai rambut yang mengurai dan juga seragam ketat, TIDAK! JANGAN PERHATIKAN LAGI SERAGAM KETATNYA! Sementara Aku disini hanya bisa membalas lambaian tanganya yang perlahan menjauh, dengan menunjukan ekspresi wajah setampan yang Aku bisa. Lalu dibalik tembok gedung sekolah, Ia benar-benar menghilang.
Tuhan! Terimakasih telah menciptakan kehidupan, dan melibatkan Aku didalamnya. Aku janji, setelah ini Aku tidak akan menunda-nunda Sholat lagi.
“ZZZZZZZ” Ah! Suara getaran dari HP-ku. Getaranya cukup terasa karena Aku menyimpanya di saku celana, Aku sengaja menyetelnya dalam mode getar supaya nada dering lagu BLACKPINK-nya tidak terdengar kemana-mana.
DM dari Anelis?
--13: 03 Aku mau kok, jadi pacar Kakak--
--13:03 Berarti sekarang kita pacaran ya! LOL--
Hah? Tunggu! Aku bisa jelaskan!
Tapi sebaiknya Aku memperkenalkan diri dulu sekarang.
Namaku Hasswel, umur 17 tahun, kelas 3 SMA, seorang penyendiri profesional, pernah bercita-cita menjadi pro player, dan sekarang masih tinggal dengan orang tua, nampaknya informasi yang terakhir tidak perlukan kali ya.
Ada alasan mengapa aku tidak punya teman. Pernah, dulu sekali pada saat Aku SMP Aku punya teman dekat. Aku menceritakan semua hal kepadanya, dari aib, sampai siapa saja cewek yang aku suka. Tapi entah karena dia berniat bercanda, atau memang sengaja, semua rahasia yang kuceritakan bocor pada khalayak umum. Dan tentu saja cewek yang Aku suka juga menjauh, karena aibku cukup membuat mereka tidak bersimpati, yang jika dijelaskan disini novel ini akan beganti genre menjadi 17+. Semenjak itu Aku tidak mau lagi punya teman dekat, atau mencoba berbaur mencari teman, bukan karena kehilangan kepercayaan diri, tapi karena Aku tidak percaya lagi kepada siapapun.
Tapi itu tidak lagi menyedihkan, semenjak Aku memutuskan berdiam diri dirumah untuk bermain game, apalagi semenjak Aku tahu caranya menghasilkan uang dari internet. Kita tidak sedang membicarakan adsense youtube disini, tapi menghasilkan pundi dengan cara yang lain, agak sedikit rumit sih, uangnya gak gede-gede amat juga, tapi yang kulakukan ini belum banyak sainganya. Mungkin kalian bisa mencobanya juga, tapi jangan semuanya mencoba, nanti bisa banyak saingan.
Oh ya, bisnis yang Aku kerjakan sekarang ini meliputi jual beli item game, token game, jual beli akun, joki rank, tips & trick, dan sesekali menjual followers instagram, dengan catatan kalau lagi kepepet. Aku biasanya menghabiskan waktu sepulang sekolah untuk mengerjakan itu semua, dari jam 1 siang sampai jam 12 malam, kadang kalau lagi seru bisa sampai jam 3 pagi, bahkan sampai shubuh dan tidak tidur sama sekali, di sekolah baru waktunya tidur, bercanda.
Aku merasa baik-baik saja dengan hidupku sekarang, dan gak ada rencana untuk merubahnya juga. Sampai ada satu kejadian yang mengubahku, begini ceritanya.
Dimana Aku? Yang jelas jika padang pasir begini bukan di Indonesia! Ada seseorang yang duduk di batang pohon mati! Sebaiknya Aku bertanya saja padanya! Nampaknya Dia orang yang bijak! Lalu Aku mendekati sosok yang memakai pakaian serba putih itu, dan melihat wajahnya.
“BAPAK?”
“Ya! Ini Aku!”
“Mengapa sekarang Bapak memanjangkan rambut? Aku sampai tidak mengenalimu dari belakang. Dan satu lagi, cobalah tolong keramas! Kau terlihat seperti orang tersesat sekarang!”
“Hahaha! Lama tidak melihatmu, sekarang Kau sudah besar! Oh ya! Duduklah! Duduklah!” Ia mengatakanya sambil memindahkan tongkat kayunya, dari tangan kanan ke tangan kiri.
“Tentusaja Aku bertumbuh! Karena Aku masih hidup dan bernafas!” Aku meracau sambil duduk disamping kananya.
“Kau menyindirku?”
“Ya!”
“HAHAHAHA!” Tertawanya masih sama seperti 5 tahun lalu, saat terakhir kali Aku melihatnya.