RUSH ROMANCE

Herlan Herdiana
Chapter #8

Permintaan Anelis

“Kak, kita bisa ketemu sekarang?”

Anelis, dengan suara yang terdengar sayu.

Itu pertamakalinya Aku menerima telepon dari Anelis, dan sekarang Aku sedang berada diatas motorku untuk memacu jarak menuju rumahnya. Aku juga tidak tahu mengapa Aku langsung setuju untuk datang, padahal untuk seseorang yang jarang bergerak sepertiku, semua kegiatan hari ini sudah cukup menguras energi. Aku hanya bergerak secara naluriah saja, dengan mengesampingkan semua lelah yang ada dalam tubuhku.

Saat ini suara Anelis masih ada difikiranku, lengkap dengan nada dan intonasinya. Meskipun Ia tidak sedang bernyanyi, lirik yang kudengar beberapa saat yang lalu itu masih terekam dalam ingatan, kata perkata bait perbait, meski itu hanya ada satu kalimat. Suara yang terdengar lirih itu seperti menyimpan kepedihan, mungkin saat itu Ia sedang memegang tissu untuk menahan tangis. Aku tidak hanya ingin menebak saja, Aku harus datang sendiri untuk memastikanya.

Ini baru jam 8 malam, dan besoknya adalah hari senin. Tentu saat ini bukanlah sebuah hal wajar untuk berkunjung ke rumah seorang gadis, meski Dia adalah pacarmu sendiri. Tapi Aku terlanjur ada disini, di depan gerbang komplek dimana rumahnya berada. Setelah berbincang dengan pihak keamanan komplek untuk mendiskusikan tempat dan lama waktu berkunjung, Aku akhirnya bisa diizinkan masuk, dengan menyimpan jaminan kartu pelajar yang selalu Aku bawa kemanapun Aku pergi. 

Itu Dia, Anelis sudah menunggu di depan rumahnya.

Melihatku dari kejauhan, Dia langsung berdiri dari bangku yang ada ditaman rumahnya, yang berdiri tanpa pagar itu. Lalu Aku memarkirkan motorku saat itu juga, menyimpan helm-ku, dan langsung menghampirinya.

“Ada apa?” Aku hanya berharap Dia mengatakan alasan, yang membuat matanya sembab saat ini.

“Hari ini ulang tahun Aku!” Dia mengatakanya dengan tersenyum getir,

“SERIUS? KAMU GAK BOHONG KAN?” Tanpa sadar Aku memegang kedua pundaknya untuk meminta kepastian.

“Fufufufu! Ini serius kok!” Dia mencoba tertawa, meski Aku tahu pasti saat ini hatinya sedang menangis. Terlihat jelas dari perbedaan antara ekspresi senyuman dan juga sorot matanya yang masih menyisakan linangan air mata.

“JADI ITU BENAR! AH! BAGAIMANA BISA AKU TIDAK HADIR SAAT HARI TERPENTING TELAH TERJADI! AKU BODOH! MAAF ANELIS! AKU SANGAT MINTA MAAF SEKALI SEKARANG! DENGAN SUNGGUH! SEGENAP JIWA DAN RAGAKU!” Aku meracau, karena tidak tahu lagi harus mengatakan apa, meski saat ini juga Aku tidak tahu dengan apa yang sedang Aku katakan.

“Gak papa Kok!” Dia masih saja menunjukan ekspresi seperti itu.

Ada apa Anelis? Ini bukan seperti Kamu, harusnya Kamu bisa marah, atau gampar saja Aku sekarang saat ini juga, Aku ikhlas. Jangan seperti ini, Aku jadi merasa sangat bersalah sekarang! Ini semuanya salahku, murni salahku yang malah menghabiskan waktu bersama wanita lain disaat kamu sedang ulang tahun. Kenapa Kamu malah menjadi lembut, disaat pacarmu melakukan kesalahan yang seharusnya tidak bisa dimaafkan?

“Kalau begitu! Sebagai permintaan maaf, Aku akan mengabulkan permintaan Kamu!”

“Permintaan?”

“Ya! Atau sebaiknya enggak ya. Harusnya sih sekarang Kamu memberi Aku hukuman! Ya! Hukuman! Apa saja terserah! Misalnya, Aku harus pulang dengan jalan jongkok sampai rumah! Ya! Itu hukuman yang pantas! Gimana menurut Kamu?”

“Hehehe! Masa sampai harus seperti itu sih!” Syukurlah, sekarang Dia sudah bisa sedikit tertawa.

“Anelis! Melupakan hari ulang tahun, adalah perbuatan paling hina yang yang bisa dilakukan oleh seorang pacar. Kamu tahu sendiri semua itu kan, lihatlah kantung matamu saat ini” Lalu Aku menyeka sisa air mata yang jatuh dibawah matanya dengan kedua tanganku. “Maaf! Karena kemarin malam bersikap acuh, Aku enggak tahu Kamu mau ngasih tahu hari ini ulang tahun Kamu. Ini enggak akan terjadi lagi! Aku janji! Aku gak akan pernah lagi melupakan ulang tahun Kamu, seumur hidup!”

“Janji?”

“Iya, Aku janji!” Dengan kataku barusan, Anelis langsung memeluk-ku dengan erat.

Harusnya momen ini adalah saat yang paling membahagiakan, kalau saja Aku tidak sedang mentigai mereka. Dan sekarang, Aku malah bisa membuat Dia tidak menangis lagi dengan kata-kataku, karena biasanya kalau ada kejadian seperti ini terjadi pada orang lain, pasti semuanya akan berujung pada pertengkaran.

Mengetahui fakta itu, membuatku sadar kalau Aku sudah semakin dekat menjadi playboy profesional.

Anelis, “Apa permintaanya masih berlaku?” Dengan wajahnya masih bersandar didadaku.

“Tentusaja! Asal yang masuk akal aja!”

“Besok, setelah pulang sekolah temui Aku di gedung ekskul renang ya!”

“Ok!” Lalu senyum Anelis sekarang bisa mengembang sempurna,

Dia masih memeluk-ku dengan erat sekarang, dan ini adalah pemandangan berbahaya. Bagaimana kalau orang tuanya tiba-tiba datang dari pintu itu dan melihat kami seperti ini, apa yang akan kukatakan nanti?

“Anelis! Kakak harus pulang sekarang. Kayaknya batas berkunjungnya sudah habis. Lagian kalau Kita terus seperti ini, takutnya nanti ada orang yang lihat!”

“Sebentar lagi!”

“Apa?”

“Batasnya sampai jam 9. Sekarang baru jam 8:45, ada waktu sekitar 15 menit lagi. Dan jangan khawatir so’al akan ada yang lihat. Disini ujung komplek, gak akan ada yang lewat kalau jam segini. Disini juga bukan rumahku, rumahku masih satu blok darisini!”

“Lalu ini rumah siapa?”

“Gak tahu, ini udah lama kosong. Kalau gak salah udah 10 tahun gak ditempatin.”

“Kamu serius so’al itu? Tadi Aku lihat ada yang nengok dari jendela lho?”

“Masa?” Anelis melepas dekapanya secara reflek,

Kami saling menatap, lalu bersama-sama lari ke arah tempat motorku diparkir, untuk mengevakuasi diri dari tempat itu. Dan Kami sepakat untuk tidak membahas hal itu ketika sedang berada di motor, saat Aku sedang mengantarnya pulang.

Kami sampai di rumahnya Anelis, yang ternyata suasana disini enggak jauh berbeda dari rumah kosong tadi. Cuman disini agak terlihat lebih terang aja, karena disini memang benar-benar ada kehidupan. Anehnya Aku tidak menaruh curiga sedikitpun saat berada di rumah kosong tadi, padahal rumah itu hanya menyalakan lampu luar saja, kukira keluarga Anelis sedang menerapkan kebijakan hemat energi.

Hebatnya Dia berani duduk sendirian disana, ketika menunggu Aku datang. Dan juga saat itu Dia tiba-tiba memeluk-ku, yang tentusaja membuat penghuni rumah itu terganggu.

Lihat selengkapnya