Sekarang hari Rabu, dan seragamku sudah kering. Sementara kemarin, Aku memakai seragam bekas yang pernah Aku gunakan ketika kelas 1. Yang tentunya sudah sangat sempit, terutama dibagian pangkal paha. Aku hanya berusaha untuk tidak melakukan manuver berbahaya agar celanaku tidak robek saat bergerak, tantangan terbesarnya adalah mengatur posisi yang nyaman saat duduk. Dan juga, Aku sering pergi ke toilet untuk mengembalikan posisi seperti semula, jika terjadi offside.
Maklumlah, sebagai lelaki kita punya sesuatu yang harus memakan tempat di balik celana kita. Bukan bermaksud jorok, tapi inilah kenyataan yang harus kita hadapi sebagai bagian dari kodrat manusia.
Saat ini, disepulang sekolah ini Aku ada janji dengan Kiana. Ya meskipun kebenaranya, Aku dipaksa untuk berjanji sih. Untungnya Aku tidak ada rencana dengan kedua gadis lainya.
Anelis sibuk dengan latihanya, sementara Devia belum menjawab pesanku yang dikirim lewat WA, DM, E-mail dll. Sepertinya Dia benar-benar marah, selama di kelas-pun keberadaanku sama sekali tidak dipedulikanya. Ya dari awal gak ada yang peduli padaku sih, cuman perasaan tidak dipedulikan ini berbeda dengan perasaan tidak dipedulikan lainya.
Kamu akan terbiasa ketika Kamu diacuhkan karena alasan mereka tidak peduli, berbeda kalau Kamu diacuhkan karena alasan dibenci, itu pasti akan ada sedikit ganjalan pada perasaan, karena disitu pasti pernah ada dosa yang belum terselesaikan.
Untuk sementara, Aku hanya bisa membiarkan keadaan tetap seperti ini. Karena Aku tidak tahu harus berbuat apa. Atau jika harus dikatakan secara halus, Aku sedang mencari jalan keluar dan sampai saat ini jalan keluar itu belum ketemu.
Kiana katanya akan menungguku di depan gerbang, tapi spesifiknya Aku tidak tahu. Karena Dia tidak memberikan petunjuk yang lain, Aku hanya disuruh untuk datang kemari saat suasana sudah sepi saja. Disaat jam pulang sudah lewat beberapa menit.
Itu Dia! Dia sedang berdiri sendirian di tempat penghentian bus, memakai jaket sweater hoodie berwarna kuning yang menutupi semua bagian kepalanya.
“Kiana?”
Dia melihatku, lalu membuka tasnya dan mengambil pakaian yang nampaknya berupa sweater juga. Aku tidak tahu pastinya karena itu sedang terlipat, tapi dari bentuk dan warnanya, sama persis dengan yang sedang dipakai olehnya saat ini.
Kiana, “Pakai ini!”
“Huh?”
“Aku gak mau ada yang tahu kalau kita lagi jalan berdua!” Semalu itukah Kamu jalan berdua denganku?
“Ok!” Akupun menurutinya, sebenarnya Aku perlu juga sih dengan penyamaran ini.
Kami lalu jalan berdua. Tidak, Dia berjalan dan Aku mengikutinya dari belakang. Meski Kami memakai pakaian yang sama, tapi Dia tidak berada disampingku untuk berjalan seperti sepasang kekasih. Dia juga sama sekali tidak memperdulikan Aku yang ada dibelakangnya. Dan meski kaki-nya pendek, Ia berusaha berjalan secepat yang Ia bisa.
“Kiana, sebenarnya kita akan kemana?”
Dia masih berjalan,
Kenapa Dia gak mengeluarkan sepatah katapun? Padahal ketika terakhir ketemu, sikapnya manis sekali, bahkan Dia bercosplay saat itu.
Lalu Kami naik bis,
Disanapun Dia tidak mengeluarkan kata apapun, meski Ia duduk disampingku. Setelah kuperhatikan, ternyata Dia memakai headset. Sejak kapan Ia memakainya? Pantas saja saat kutanya tadi Ia tidak menjawab.
Setelah beberapa waktu, Kamipun turun dari bis dan mulai berjalan kembali.
Lalu Kami berhenti disebuah rumah yang besar. Enggak, rumah ini bukan cuma besar tapi semua yang ada didalamnya itu mewah. Pagarnya juga tinggi, ini mungkin 10 kali lipat dari luas rumahku. Tunggu! Ini komplek perumahan elit. Aku tak sadar sudah tiba di tempat seperti ini, apa karena Aku tadi terlalu serius melamun.
Kiana lalu berdiri di depan pagar besar yang tingginya 3 kali lipat tinggi badanya.
Pintu terbuka,
“Silahkan Non!” Petugas jaga rumah ini.
“Makasih Pak! Hari ini Aku bawa temen satu orang.”
“Itu ya, temanya non Putri?”
“Iya Pak!” Kiana lalu mengalihkan pandanganya padaku “KAK! Ayo masuk!” Dia lalu memanggilku, yang sedang terbengong di depan pagar.
“I....Iya!”
Aku baru pertamakali masuk ke bangunan sebesar ini, selain dari sekolah, museum, dan juga rumah sakit. Aku penasaran dengan pekerjaan orang tua Kiana, sehingga mampu membeli rumah sebesar ini.
Lalu tiba-tiba segerombolan wanita berpakaian rapi datang menghampiri kami.
“Non Putri! Sebaiknya kalau mau bawa tamu, lapor dulu pada kami! Nanti orang tua Non bisa marah!” Wanita paruh baya yang memakai seragam jas hitam.
“Kalau mau dibilangin sama mereka juga gak papa! Paling mereka yang gak peduli! Aku mau ada dikamar seharian ini, jangan ada yang ganggu!”
“Iya Non!” Wanita itu menurut pada Kiana,
Siapa itu? Dan kenapa ada banyak sekali wanita yang memakai pakaian kemeja putih? Apa Aku sedang ada di sebuah kerajaan?