Minggu siang, dimana malam sebelumnya Aku dengan senang hati, bermain game semalaman sampai subuh bersama Kiana. Karena kita tahu sendiri, untuk hubungan yang baru beberapa hari terjalin diantara Kami berempat, nampaknya akan sedikit terburu-buru untuk mengunjungi pacar kita dimalam minggu. Selain itu Aku belum punya pengalaman untuk apel malam minggu, dan disatu sisi juga Aku tak tahu harus mengunjungi siapa, karena tahu sendiri sekarang Aku punya 3 pacar.
Tapi tenang saja, jam 8 malam Aku sempat meluangkan waktu untuk menelepon Anelis. Dan jam 9 malam rencananya Aku akan menelepon Devia juga, tapi sayangnya gagal karena Dia tidak menjawab teleponku.
Setelah tidur jam 6 pagi, Aku terbangun jam 10 oleh suara alarm dari jam weker yang kupasang sendiri, untuk mengingatkan Aku dengan janji hari ini.
Yaitu jalan bersama Anelis.
Itung-itung menebus kesalahanku, karena diwaktu hari ulang tahunya Aku tidak menghabiskan waktu denganya. Karena sibuk memacari gadis lain.
Ya, itu memang perbuatan yang hina.
Sekalian Aku akan mencari tahu, alasan mengapa Dia mau menjadi pacarku.
Tapi bukan berarti itu menjadi tujuan utamanya, karena membuat Dia bahagia tetap menjadi prioritasku. Karena sebenarnya, Aku gak mau memacari seseorang tapi malah membuat Dia bersedih, meskipun kenyataanya Aku sedang mentigai mereka.
Anelis, “Kita ngapain dulu sekarang?”
Sebelumnya Aku lupa bilang kalau Kami sekarang sedang ada di taman bermain.
“Gini aja! Untuk mengetes kemistri diantara Kita, bagaimana kalau Kita sebutin satu wahana secara barengan!”
“OK!”
“Setelah hitungan ketiga ya!”
Aku dan Anelis, “1! 2! 3!”
Aku, “Nonton Film!” Anelis, “Naik Roller Coaster!”
Aku, “Ini baru jam 12 siang! Masa Kita langsung naik Roller Coaster sih?”
“Apa hubunganya naik roller coaster, sama satuan waktu yang menunjukan ini siang?”
“Ya kali aja sekarang staff yang ngoprasiin roller coasternya lagi istirahat makan siang, sholat atau apa kek!”
“Di taman hiburan kayak gini, pegawainya pasti gantian shift. Apalagi ini hari minggu, Pasti gak mungkin wahana paling populernya, direhatkan sejenak buat istirahat.”
“Tapi Aku baru aja makan, nanti kalau mual lalu keluar lagi gimana?”
“Makanan itu dicerna tubuh selama 30 menit, di jalan aja kita udah ngabisin waktu satu jam. Jadi tenang aja! Semuanya pasti aman Kok.”
Sekarang Aku tidak punya alasan untuk menolak lagi,
“Apa sebaiknya kita nonton dulu?”
“Kakak takut ya?”
“Enggak!” Sebenarnya Aku bohong tentang ini,
“Apa jangan-jangan Kakak gak pernah naik roller coaster?”
“Memang! Tapi bukan berarti Aku takut kan?”
“Kalau gitu Kita buktikan itu sekarang!”
“OK! Siapa takut!” Sebenarnya Aku sangat takut,
“Yakin? Nanti jangan minta turun ya?”
“Enggak akan! Kalau perlu nanti Aku akan naik roller coaster tanpa pengaman!”
“Ya kalau itu jangan Kak! Nanti Kakak bisa mati!”
“Oh iya, Kamu benar!”
Ini semua gara-gara Aku nonton film thriller ‘Final destination’ (yang entah film urutan keberapa, persisnya Aku lupa). Yang menceritakan tentang sekelompok anak muda yang naik roller coaster, lalu mereka semua mati kecelakaan di roller coaster itu. Jadi sekarang, Aku punya ketakutan berlebih ketika naik roller coaster.
Dan bodohnya Aku malah menonton semua seri ‘Final destination’ lainya. Jadinya Aku saat ini punya banyak ketakutan, seperti naik pesawat, naik mobil lewat jembatan gantung, dll. Walau itu semuanya tidak nyata, tapi rekaman gambaran ketika mereka mati itu masih ada didalam ingatan, dan selalu menghantui Aku sampai sekarang.
Baiklah! Aku tinggal duduk saja dikursi ini, lalu kereta ini melaju dengan kencang, dan semuanya akan selesai begitu kereta ini berhenti. Nampaknya ini akan baik-baik saja dan tidak akan terjadi apapun, karena ini adalah novel komedi romantis, tidak mungkin kan berubah menjadi thriller ketika ditengah-tengah cerita.
Mari kumpulkan keberanian, dan buktikan kalau Diriku ini adalah lelaki sejati.
“Kakak gak papa? Muka Kakak pucat lho! Apa Kita turun aja sekarang? Mumpung ini belum jalan.”
“Aku gak apa-apa. Mungkin ini karena sedikit cemas aja.”