Rusuk Berbisik

yustine
Chapter #4

Chapter #4

Gary Gustian, tapi hampir semua orang memanggilnya Gege. Lahir tahun 1991 sebagai anak lelaki yang digadang-gadang oleh Papa dan Mama. Kakaknya perempuan dan adiknya juga perempuan.

Sebagai anak lelaki satu-satunya yang sedari kandungan sangat diharapkan, Gege dibesarkan dengan perhatian yang sedikit lebih dibanding kedua saudara perempuannya. Terlebih oleh Oma, ibu dari Mama Gege, sebab Gege adalah cucu lelaki satu-satunya dikeluarga besar mereka.

Namun Gege pun tidak pernah mengecewakan harapan mereka.

Gege tumbuh menjadi anak yang cerdas. Di sekolah dasar dia selalu menjadi 3 besar. Di sekolah lanjutan pun Gege masih bisa masuk kejajaran sepuluh besar, meskipun dia bersekolah di sekolah favorit yang mana hampir rata-rata siswanya berotak encer.

Memasuki masa kuliah, Gege tetap menjadi primadona keluarga. Hampir tidak pernah ada kendala berarti, kuliahnya lancar-lancar saja meski sudah tidak bisa menjadi yang terbaik.

Sampai Gege akhirnya mengenal Nina. Gadis kampus sebelah, yang perawakannya mungil dengan rambut ekor kudanya yang lincah bergoyang-goyang saat dia aktif bergerak kesana kemari.

Hanya butuh pendekatan beberapa minggu, yang tentu saja dibantu Listya sahabat Nina, Gege sudah bisa mengenal Nina dengan akrab.

"Nin, kamu mau jadi pacarku kan?"

Nina tersedak. Sedang Listya spontan terbahak-bahak.

"Gila kali ini cowok ya, Nin!" sembur Listya disela gemuruh tawanya.

"Kenapa?" Gege memasang muka datar, benar-benar tanpa ekspresi.

"Astagaaa Gege, dimana-mana momen menembak cewek itu dilakukan di tempat yang romantis, dalam suasana yang romantis," Listya menjelaskan sambil memukul-mukulkan sendok ke bibir gelas.

Beberapa orang yang tengah berada di sekitar mereka menoleh.

"Di sini juga romantis," Gege sedikit tergelak, menyadari kebodohannya. "Iya kan, Nin?"

Nina menjulurkan lidahnya untuk menjawab pertanyaan Gege.

"Sumpah aku nyesel sudah mengenalkan kamu dengan Gege, Nin. Ternyata Gege itu sinting," Listya menggeleng-gelengkan kepala, tawanya masih berderai tak beraturan.

"Masa sih nembak cewek harus dengan berlutut, di pantai yang romantis?" Gege melayani ocehan Listya. "Sesuatu yang sudah dilakukan kebanyakan orang itu enggak romantis...."

"Tapi enggak gini juga Gege!" Listya tersulut. Matanya melotot lucu. "Melek, kamu, melek! Kita sedang dimana?"

"Di tambal ban, Mas," suara berat yang menyahut. Ternyata Bapak penambal ban yang sedang mengerjakan ban dalam motor Nina, gatal juga untuk ikut nimbrung.

"Mungkin yang membuat romantis adalah es kelapa muda saya," sahut suara Bapak penjual es kelapa muda keliling.

Semuanya spontan tertawa.

"Memang sinting dia, Pak!" Listya masih terlihat gemas.

Gege menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Senyuman bercampur malu merekah di bibirnya. Tapi ketika dia melihat raut wajah Nina yang tampak lebih terang dari sebelumnya, Gege yakin Nina pasti mau menerima cintanya.

Ketika ban motor Nina sudah kembali terpasang, mereka bertiga serempak beranjak.

"Biar aku saja, Nin," ujar Gege meraih kantong celananya. "Tapi es nya kamu yang bayar, Lis!"

"Yeee, enak aja!"

Gege tergelak.

Dikeluarkannya dua lembar uang kertas. Satu diberikan kepada Bapak penambal ban, satu lagi kepada Bapak penjual es kelapa muda.

"Makasih ya,Ge," Nina berkata lembut. Entah kenapa suaranya sedikit bergelombang. Nina sampai segera pura-pura terbatuk. Takut Listya atau Gege mengetahui keberadaan gelombang tersebut.

"Nin, aku antar pulang ya?"

"Aku gimana dong?" Listya langsung menyembur, memotong perkataan Gege.

"Kamu bawa motorku ya, Lis. Nanti dari rumah Nina, aku kerumahmu untuk mengambil."

"Gimana, Nin?" Listya memandang Nina.

Nina tampak berpikir beberapa detik.

"Lain kali aja ya, maaf," suara Nina mendadak melirih.

"Jiyaaa hahaha, langsung ditolak. Sukur!" Listya mencibir.

"Kenapa?" Gege tak menghiraukan perkataan Listya.

"Engga apa-apa, Ge...."

"Papanya Nina galak," lagi-lagi Listya merecoki.

Nina tampak seperti ingin berkata sesuatu. Tapi diurungkan niatnya.

Gege menatap Nina dengan setengah kecewa.

"Lain kali ya, Ge, maaf banget!" Nina berkata sambil menghidupkan motornya. Tanpa aba-aba Listya langsung duduk di boncengan Nina.

"Terimakasih ya," Nina berkata sesaat sebelum menarik gas motornya.

Gege mengangguk.

Listya melambai pada Gege. Bibirnya digerakkan tanpa suara membentuk kalimat : kasian deh lo!

***

Nina baru saja mencapai kamarnya ketika suara telepon genggamnya berbunyi.

Pesan dari Gege.

Kenapa aku ga boleh main kerumahmu?

Nina segera mengetik jawabannya. Jari-jarinya mengetuk papan keyboard teleponnya beberapa kali..

Tunggu waktu yang tepat ya.

Kenapa? Kapan?

Gege terus saja mencecar.

Nina sesaat gamang. Apakah dia harus berkata jujur pada Gege? Tapi dia baru kenal dengan lelaki itu kurang dari dua minggu yang lalu. Kalau melihat Gege, Nina sering, karena Nina hampir setiap hari melewati rumah kos Gege. Biasanya Gege bergerombol dengan teman-teman kosnya di teras, menggoda hampir setiap perempuan yang lewat. Nina termasuk salah satu perempuan itu.

Lihat selengkapnya