RUWAT ~Novel~

Herman Sim
Chapter #2

Selasa Wage

Sebelum Kematian Tisa ...

Batang dupa ujungnya membara nyalah bara api mengeluarkan asap mengepul. Aneka sejaji dari jenis macam ingkung ayam, tumpeng nasi kuning, kembang setaman dan cerutu begitu saja tergeletak dilantai beralas tampah anyaman bilah bambu.

Tidak siapapun yang tahu bila dalam kamar tertutup sedang ada ruwatan. Di biarkan saja air mengalir menetes basahi lantai dari sisa permandikan seorang gadis cantik hanya terbaring tidur.

Sekian lama Tisa sudah sakit, sakitnya aneh tapi belum kunjung sembuh. Banyak sudah biaya yang di keluarkan, sampai menguras isi kantong dan tabungan yang tidak sedikit. Begitu percaya sekali Alpian, pada Doyok dianggap sebagai guru spiritualnya.

Pakaian serba hitam lengkap blangkon Jawa diatas kepalanya, kumis melintang dengan dua matanya penuh kelicikan tergurat pada wajah dan hatinya. Mungkin Tisa sudah pasrah dan tidak banyak kata, dia hanya terdiam saat berapa sendokan gayung batok berisi air kembang sudah membasuh wajah dan tubuhnya.

Tersenyum dingin Doyok melirik Ratna, berdiri disamping suaminya. Seperti terselebung ada hasrat nafsu terpendam dalam jiwa dukun itu, tapi ada rasa tidak percaya kian menggurati hati seorang Ibu yang tentu saja, sungguh tidak tega dengan apa yang sedang dialami anaknya.

"Yakin'kan saja pada Mbah Doyok. Anak kita pasti bisa sembuh dari sakitnya,"

Begitu yakin sekali Alpian, seraya hatinya sudah tertanam kepercayaan mendalam pada guru spritualnya itu. Tidak kunjung sudah, kapan gayung batok berisi air kembang itu masih membasuh basahi wajah dan tubuh Tisa, padahal dia sudah menggigil kedingian.

"Ghuukk ... Hukkk ..." kepulan asap batang dupa menyelinap masuk kedalam dua lobang hidung Tisa, sempat dia terbatuk.

Tatapan birahi nafsunya mulai menjalar dari dua mata sembari menelan ludah, ketika kain putih sejak lama telah menyelimuti basah tubuh Tisa. Sempat membuat dua mata Doyok tidak bisa kemana-mana melihat lekukan tubuh basah dalam kain putih basah.

"Eeheemmm ..."

Pura-pura berdehem Ratna, dia merasa sejak dari tadi dua mata dukun itu tidak bergeming sekali terus melihat tubuh basah anaknya walau berselimut kain putih. Gayung batok kelapa lalu diletakan dalam gentong besar masih tersisa setengah air bercampur kembang setaman.

"Bagaimana, Mbah?" tanya ragu Alpian.

Tidak lantas menjawab Doyok, dua matanya melirik tubuh langsing Ratna bergaun drees putih polos dilapisi gardigan hitam luarnya.

Ratna tahu siapa Doyok, dukun mata keranjang yang masih terus memperhatikan tubuhnya saja dari tadi. Risih sangat risih, bikin Ratna sedikit jengkel memasang raut wajah masam pada Doyok tidak enak hati.

Lihat selengkapnya