"Mit," desis Ashana, jarinya yang gemetar menunjuk ke ukiran kecil di sudut bawah bingkai jendela.
"Lihat."Mita, yang tadinya sibuk menendang-nendang ilalang, mendekat dengan wajah kesal.
"Lihat apaan? Gue udah mau muntah di sini, Shana. Baunya kayak bangkai tikus,"
"Lihat ini! Simbol di tanganku yang perih tadi sama persis dengan simbol itu!" Ulang Ashana, suaranya naik satu oktaf. Ia menarik lengan Mita, memaksa temannya itu untuk membungkuk.
Mata Mita menyipit, fokus pada goresan kasar di kayu lapuk itu. Wajahnya yang tegang perlahan berubah. "Bentar... ini kan..."
"Sama," bisik Ashana, napasnya terasa dingin di tenggorokan.
"Bentuknya sama persis kayak yang ada di kamar pengantinku dan yang Ayuni mencengkeram erat tanganku saat kesurupan tadi," Mita menegakkan punggungnya dengan gerakan kaku, menatap Ashana bingung.
"Ini... Rajah bukan sih?"
"Iya," jawab Ashana.
"Rajah yang sama, Mit. Sama persis,"
Hening di antara mereka hanya dipecah oleh suara angin yang berdesir melalui ilalang kering. Mita mengumpat lagi, kali ini lebih pelan, nyaris tanpa suara.
"Sialan, ini jebakan!" katanya.
"Jebakan apa, Mit?" tanya Ashana, kepalanya mulai pening.
"Gue nggak tahu! Tapi nggak mungkin ini kebetulan!" Mita meraih tangan Ashana.
"Ayo balik, nggak ada gunanya kita di sini, rumah ini cuma pancingan,"
"Tapi siapa Mbah Jati sebenarnya? Siapa yang aku temui?"
"Gue nggak peduli dia setan atau jin. Yang jelas, pusat masalahnya ada di kamar lo," kata Mita sambil menarik Ashana kembali ke mobil.
"Kita harus ancurin rajah itu sekarang juga!" Baru saja akan berjalan keluar tiba-tiba..
DUAR!
Suara pintu yang tertutup dengan keras, juga kemunculan seseorang di balik tirai itu langsung membuat mereka terkejut.
"Siapa kau! Jangan ganggu kami!" Dan... suara tawa mengerikan itu kembali menggelegar. Hanya beberapa detik saja, setelah itu, mereka bisa membuka pintu dan pergi dari tempat itu.