Ruwatan Misteri

Nurul Adiyanti
Chapter #13

Mengorek Memori Sang Nenek

Pekikan Ayuni yang serak dan putus asa itu merobek keheningan beku di koridor rumah sakit, membuat Gea dan Hilda terlonjak mundur seolah tersengat listrik.

"Apa maksudmu, Yun?!" tanya Gea, suaranya melengking panik.

"Nyawa Ravindra kenapa?"

Seorang perawat yang mendengar keributan itu bergegas mendekat.

"Tolong jangan berisik, Bu! Ini rumah sakit!"

Tapi Ayuni tidak mendengarnya, matanya yang membelalak masih terkunci pada Ashana, napasnya tersengal-sengal.

"Dia yang bilang! Di dalam cermin... matanya... dia menatapku dan bilang... dia akan mengambil nyawa Ravindra!"

"Suster, tolong!" jerit Hilda.

"Teman saya butuh penenang!"

"Sabar, Bu, sabar!" Perawat itu dibantu seorang rekannya mencoba menenangkan Ayuni yang mulai meronta-ronta di ranjangnya.

"Tenang, ya, Mbak. Tarik napas... tarik napas..."

Ashana hanya bisa berdiri mematung di sana, kakinya terpaku di lantai linoleum yang dingin. Pekikan Ayuni bukanlah teriakan orang yang histeris, itu adalah pesan yaitu sebuah ultimatum. Gema dari ancaman yang pertama kali ia dengar di kamar pengantinnya. Ini bukan lagi soal dirinya, bukan lagi hanya soal teror, taruhannya telah naik.

"Shana, ayo kita keluar dulu," ajak Gea, menarik lengannya dengan lembut.

"Biar perawat yang urus Ayuni."

Di luar, di bawah cahaya lampu koridor yang steril, Gea dan Hilda menatapnya dengan campuran rasa takut dan iba yang sama besarnya.

"Apa yang harus kita lakukan, Shana?" bisik Hilda, suaranya nyaris hilang.

"Ini... ini udah kelewatan,"

"Aku nggak tahu," jawab Ashana, tetapi ada nada baru dalam suaranya. Bukan lagi nada ketakutan murni, melainkan getar dingin dari sebuah keputusan.

"Tapi aku tahu dari mana semua ini dimulai,"

"Maksudmu?" tanya Gea.

"Ruwatan itu," kata Ashana tegas.

"Aku datang ke sana atas permintaan Nenek. Beliau yang paling ngotot. Beliau pasti tahu sesuatu. Beliau harus tahu,"

"Lo mau ke desa sekarang?" tanya Gea tak percaya.

Lihat selengkapnya