Ruwatan Misteri

Nurul Adiyanti
Chapter #16

Jejak Ahli Spiritual Fiktif

Sambungan telepon itu mati, menyisakan suara statis yang berderak di telinga Ashana, menggema di apartemen yang tiba-tiba terasa sedingin goa, Nyawanya penukarnya.

"Shana? Shana, lo masih di situ?" Suara Gea yang panik terdengar dari pengeras suara ponselnya. Ashana tersentak, hampir menjatuhkan ponsel itu.

"Aku... aku di sini," jawabnya, suaranya parau.

"Barusan itu apaan? Mbahnya bilang apa?" desak Hilda dari seberang, nadanya tegang.

"Benda apa yang harus dibawa?"

"Semua," bisik Ashana.

"Dia bilang semua sisa-sisa dari ruwatan itu,"

"Semua gimana maksudnya?" tanya Gea tak sabar. Ashana memejamkan mata, mencoba mengingat kembali malam terkutuk itu, pikirannya kalut.

"Kain mori putih yang buat nutup cermin," katanya,

"sisa kembang tujuh rupa di bokor... arang kemenyan di anglo..." Ia berhenti, napasnya tercekat saat sebuah kesadaran yang mengerikan menghantamnya.

"Udah nggak ada,"

"Hah?! Maksud lo nggak ada gimana?" seru Gea.

"Udah dibuang!" kata Ashana, suaranya naik satu oktaf karena panik.

"Tim dari Wedding Organizer yang beresin semua setelah prosesi. Aku suruh mereka buang, Aku... aku nggak mau lihat apa pun yang berhubungan dengan malam itu lagi!"

"Sialan!" umpat Gea.

"Jadi gimana sekarang? Nggak mungkin kita cari di tempat sampah, kan?"

"Aku nggak tahu, Ge! Aku nggak tahu!" Ashana meremas rambutnya, rasa putus asa mulai melumpuhkannya.

"Terus gimana? Dia bilang... nyawaku taruhannya,"

"Oke, tenang, tenang," sahut Hilda, mencoba menengahi.

"Pasti ada jalan lain, kalau Mbah Wiryo nggak bisa bantu tanpa barang-barang itu, berarti kita harus balik lagi ke sumber masalahnya,"

"Mbah Jati maksud lo?" tanya Gea sinis.

"Orang itu udah jelas bukan dukun beneran! Dia setan yang nyamar kali!"

"Bukan dia," kata Ashana pelan, sebuah pemikiran baru yang dingin mulai terbentuk di benaknya.

"Tapi orang yang nunjuk dia si Nenekku sendiri," Hening seketika di seberang.

"Lo yakin mau nuduh nenek lo sendiri, Shana?" tanya Hilda hati-hati.

"Dia satu-satunya penghubungku dengan dukun palsu itu, Hil," balas Ashana, nadanya getir.

"Aku udah coba tanya dia kemarin, dia pura-pura lupa, pura-pura linglung. Aku harus samperin dia lagi,"

"Mau ke sana sekarang?" tanya Gea.

"Malam-malam gini? Bahaya, Shana,"

"Aku nggak peduli," jawab Ashana tegas.

"Hilda, temenin aku. Aku nggak sanggup nyetir sendirian sekarang,"

Lihat selengkapnya