Ruwatan Misteri

Nurul Adiyanti
Chapter #18

Pengantin dan Bayi yang Gugur

Gagang telepon itu terasa dingin dan mati di genggaman Ashana, seperti tulang belulang yang baru digali dari tanah basah. Suara serak dan parau itu masih menggema di telinganya, bukan sebagai suara, tapi sebagai getaran yang merayap di sepanjang sarafnya.

'Selamat, Pengantin Kedua.'

Klik.

Sambungan terputus dengan sendirinya, Ashana masih berdiri mematung di sana, menatap kosong ke dinding, gagang telepon masih menempel di telinganya.

***

Bau kertas tua dan kamper menusuk hidung Ayuni, membuatnya terbatuk pelan di tengah keheningan perpustakaan pribadi ayahnya. Pukul dua dini hari, dan ia masih terjaga, dikelilingi oleh tumpukan buku-buku tebal bersampul kulit yang seolah menatapnya dengan mata-mata berdebu. Lehernya masih terasa nyeri, bekas cengkeraman dari dunia lain itu meninggalkan memar kebiruan yang ia tutupi dengan syal tipis, bahkan di dalam rumah.

"Ayuni, sudah cukup," sebuah suara lembut namun tegas terdengar dari ambang pintu. Ayahnya berdiri di sana, hanya mengenakan sarung dan kaus oblong, wajahnya berkerut cemas.

"Lihat matamu itu. Sudah merah begitu. Kembali ke kamarmu, tidur."

"Sebentar lagi, Pak," jawab Ayuni, suaranya parau karena kelelahan. Tangannya yang gemetar membuka lembar demi lembar sebuah buku folklore Jawa yang sudah menguning.

"Aku... aku hampir menemukan sesuatu."

"Menemukan apa, Nduk? Cerita hantu pengantar tidur?" Ayahnya melangkah masuk, menuangkan teh hangat dari termos ke dalam cangkir untuknya.

"Ayah tahu kamu trauma, tapi menyiksa diri seperti ini tidak akan membantu,"

"Ini bukan siksaan, Pak, ini petunjuk," Ayuni menatap ayahnya dengan tatapan memohon.

"Ini nyata, apa yang terjadi padaku, pada teman-temanku... semua ini nyata," Ayahnya menghela napas panjang, meletakkan cangkir teh di samping Ayuni.

"Lalu apa yang kamu cari di buku-buku tua ini? Jawaban?"

"Aku mencari namanya," bisik Ayuni, kembali fokus pada deretan teks kuno di hadapannya.

"Kisah hidupnya, ia bilang dia adalah pengantin yang dirampas takdirnya. Pasti ada catatannya, di suatu tempat, legenda... atau mungkin berita lama,"

"Sudah tiga malam kamu begini," kata ayahnya pelan.

"Membaca semua buku tentang mitos lokal, legenda urban, sejarah desa-desa angker. Tidak ada hasilnya, kan?"

"Belum," koreksi Ayuni, nadanya keras kepala.

"Ashana bilang dia menemukan foto perempuan yang mirip dirinya di rumah neneknya. Di dekat sendang kuno, pasti ada hubungannya,"

"Minum dulu tehnya," Ayahnya mendorong cangkir itu lebih dekat.

Lihat selengkapnya