Ruwatan Misteri

Nurul Adiyanti
Chapter #30

Menatap Gerbang Cermin

"SHANA! LO DI MANA?!" teriak Gea, suaranya pecah menjadi isak tangis yang mengerikan. Ia memukul-mukul permukaan air hitam itu lagi, cipratannya yang dingin membasahi wajahnya yang sudah basah oleh air mata.

"KENAPA BAYANGAN LO NGGAK ADA?!" Gea pun memutuskan untuk segera pergi dari sana, namun ternyata tidak semudah itu, kakinya seperti ada yang menahan sehingga dia hanya bisa berteriak. Bahkan mobil yang Ashana tumpangi saja seolah jauh darinya, padahal awalnya dekat sehingga bisa terlihat dari air hitam sendang.

Dari dalam mobil, Ashana mendengar teriakan itu. Ia meronta, rasa sakit yang membakar di pergelangan tangannya tak sebanding dengan teror dingin yang merayap di hatinya.

"Gea!" panggilnya, suaranya tercekat.

"Aku di sini! Di mobil! Cepat ke sini, Gea!" teriak balik Ashana yang tak kalah lantangnya supaya Gea mendengarnya.

Gea tersentak, menoleh dengan gerakan patah-patah seperti boneka kayu. Matanya yang merah dan liar menatap ke arah mobil. Ia melihat Ashana di sana, berjuang dengan lilitan janur yang mengerikan. Napas Gea tersengal. Ia merangkak menjauh dari tepi sendang, lalu bangkit dan berlari kembali ke mobil dengan terseok-seok.

"Gue... gue tadi liat airnya..." katanya terbata-bata, menunjuk ke arah sendang dengan jari gemetar. "Pantulan lo nggak ada, Shana! Cuma gue sendiri! Anehnya lagi, tadi gue ngerasa lo itu jauh banget,"

"Aku tahu," desis Ashana, matanya tak lepas dari permukaan air yang kini kembali tenang seperti cermin hitam.

"Hilda... dia nggak tercebur, kan?" Tanya Ashana yang mencoba bertanya, karena sedari tadi ia tidak melihat Hilda sama sekali yang seharusnya memang kembali bersama dengan Gea. Tapi justru yang dia lihat, Gea hanya berjalan terseok sendirian tanpa Hilda.

"Nggak," jawab Gea, menggeleng kuat-kuat, seolah mencoba mengusir bayangan mengerikan itu dari kepalanya.

" Nggak tahu kenapa, tiba-tiba dia... lenyap gitu aja. Nggak ada suara, nggak ada apa-apa,"

"Apa maksudmu, Ge? Hilda menghilang gitu aja gimana?"

"Seperti diambil oleh arwah itu, Hilda tiba-tiba tubuhnya melebur dan hilang, Shan,"

"Astaga..." Ashana masih gak percaya itu.

Gea pun kembali fokus pada tali janur di tangan Ashana.

"Tali sialan ini!"

Gea mencoba lagi, menarik simpul itu dengan sekuat tenaga. Anyaman janur itu basah, licin, dan sekeras kawat baja.

"Sakit, Ge!" ringis Ashana.

"Tahan bentar!" balas Gea, air matanya menetes ke tangan Ashana.

"Gue nggak ngerti lagi! Gimana caranya benda ini bisa ngiket sekuat ini?!"

"Udah, Ge. Percuma," kata Ashana, suaranya tiba-tiba menjadi tenang yang mengerikan. Ia berhenti meronta, tubuhnya menjadi lemas.

"Jangan nyerah, Shana!" pekik Gea panik.

"Kita harus lepasin ini terus kita pergi dari sini! Kita telepon polisi! Kita bilang Hilda diculik atau apa pun!"

Lihat selengkapnya