Ruwatan Misteri

Nurul Adiyanti
Chapter #32

Wajah Sang Tunangan

Jantungnya seolah diremas, lalu dibekukan menjadi sebongkah es. Napas Ashana tercekat, pandangannya terpaku pada wajah di dalam foto usang itu. Wajah suaminya, tersenyum dari seberang zaman, merangkul seorang wanita yang bukan dirinya. Dan wajahnya sama persis dengan wanita yang saat ini sedang berbicara padannya. Namun di foto itu, si wanita wajahnya tidak hancur, melainkan masih sangat mulus dan cantik seperti dirinya.

"Siapa dia?" bisik Ashana, suaranya nyaris hilang, bibirnya nyaris tak bergerak.

Pengantin Hijau di sampingnya tersenyum puas, sebuah senyum yang menyiratkan duka yang begitu dalam hingga berubah menjadi keindahan yang mematikan.

"Dia adalah alasan mengapa aku ada di sini," jawabnya, suaranya yang merdu terdengar di seluruh penjuru ruangan tanpa sumber yang jelas.

"Namanya Aditya,"

"Bukan," bantah Ashana, menggelengkan kepalanya dengan gerakan kaku. Ia mundur selangkah, menjauh dari cermin, menjauh dari kebenaran yang mustahil itu. Ashana tidak mudah percaya dengan hal yang baginya tidak bisa dipikir secara logic.

"Itu Ravindra! Itu muka Ravindra suamiku! Bagaimana mungkin?"

"Nama boleh berganti seiring waktu," sahut Pengantin Hijau itu, ia tidak bergerak dari tempatnya, hanya menatap Ashana dengan sorot mata yang seolah bisa membaca setiap getar ketakutan di dalam jiwanya.

"Wajah boleh terlahir kembali dalam wadah yang baru. Tapi garis takdir... garis takdir akan selalu mencari jalannya untuk berulang," dengan senyuman misterius itu, si pengantin hijau dengan bangga memamerkan masa lalunya di depan Ashana.

"Aku tidak mengerti," isak Ashana, tangannya meremas kepalanya sendiri, pusing.

"Ini tidak masuk akal sama sekali, ini semua gila,"

"Tentu saja kau tidak mengerti," Pengantin Hijau itu melangkah perlahan, setiap gerakannya anggun seperti penari. Hawa dingin yang memancar darinya semakin menusuk.

"Kau hanya melihat apa yang ada di permukaan. Cinta, pernikahan, kebahagiaan, tapi aku melihat apa yang ada di baliknya. Hutang, sebuah hutang takdir yang belum lunas,"

"Hutang apa? Aku tidak berhutang apa pun padamu! Semua itu hanya karanganmu saja, tidak ada hutang apapun sama sekali!"

"Bukan kau," desis Pengantin Hijau, kini ia berdiri tepat di hadapan Ashana.

"Tapi dia," Ia menunjuk bayangan Ravindra di dalam foto dengan dagunya yang lancip.

"Dia yang berhutang padaku sebuah pernikahan," Ashana menatapnya dengan nanar, air matanya mulai mengalir.

"Jadi karena ini? Semua teror ini... teman-temanku yang sekarat... hanya karena suamiku mirip dengan tunanganmu dari seratus tahun yang lalu?"

"Bukan mirip," koreksi arwah itu, suaranya setajam belati es.

"Tapi memang sama semuanya, jiwanya sama. Takdirnya untuk menikah setelah melalui sebuah ritual pembersihan adalah sama," Ia menatap lurus ke mata Ashana, matanya yang hitam legam seolah menarik Ashana ke dalam jurang keputusasaan.

Lihat selengkapnya