Ruwatan Misteri

Nurul Adiyanti
Chapter #35

Ashana yang Baru

Senyum di wajah yang rusak itu menempel di benak Ashana, membakar retinanya bahkan setelah bayangan itu lenyap. Ia menatap Gea, Gea yang nyata, solid, dengan wajah pucat dan mata bengkak dan merasa seolah sedang melihat dua dunia sekaligus.

"Shana? Kenapa?" tanya Gea, suaranya parau.

"Lo lihat apa lagi?"

"Nggak," bisik Ashana, menarik matanya dari bahu Gea.

"Nggak apa-apa, cuma... bayangan pohon," Gea menatapnya tak percaya, tapi tidak mendesak lebih jauh.

"Tehnya diminum," katanya sambil mendorong gelas kertas itu ke tangan Ashana yang sedingin es.

"Biar anget."

Perjalanan kembali ke Jakarta adalah sebuah parade kebisuan yang panjang. Deru mobil di jalan tol terdengar seperti raungan binatang buas yang jauh. Gea menyalakan radio, tetapi suara penyiar yang ceria terdengar begitu sumbang dan salah di dalam mobil yang terasa seperti peti mati berjalan itu. Ashana hanya menyandarkan kepalanya di jendela yang dingin, matanya menatap kosong ke gedung-gedung yang mulai menjulang, setiap panel kaca di gedung-gedung itu tampak seperti cermin yang siap menunjukkan neraka di baliknya. Mereka tiba di lobi apartemen Ashana saat matahari sore sudah condong ke barat, meninggalkan jejak-jejak oranye yang sakit di langit Jakarta yang kelabu.

"Gue anter sampe atas," kata Gea tegas, tidak menerima bantahan.

"Nggak usah, Ge. Aku nggak apa-apa," sahut Ashana, suaranya terdengar hampa.

"Nggak," potong Gea.

"Gue nggak akan ninggalin lo sendirian sampe gue yakin lo udah aman di dalem. Paling nggak sampe Ravindra pulang."

Pintu apartemen terbuka, menampilkan ruang tamu yang remang-remang dan sunyi. Tapi tidak kosong. Ravindra duduk di sofa, punggungnya menghadap mereka, bahunya tampak tegang. Dia pasti baru saja pulang.

"Rav?" panggil Ashana pelan.

Ravindra berbalik dengan cepat. Wajahnya yang biasanya hangat kini tampak keras dan penuh kekhawatiran yang bercampur amarah. Matanya melebar ngeri saat melihat kondisi Ashana. Wajah pucat, rambut lepek berlumpur, dan pakaian yang kotor dan basah di beberapa bagian.

"Ya Tuhan, Ashana!" serunya, melompat berdiri.

"Kamu dari mana aja?! Aku telepon kamu ratusan kali nggak diangkat! Aku hubungin Gea juga sama aja! Kalian kenapa?!"

Gea langsung melangkah maju, mencoba menjadi penengah.

"Rav, tenang dulu. Kita..."

"Tenang gimana?!" bentak Ravindra, matanya tak lepas dari Ashana.

"Lihat istriku! Dia kelihatan kayak habis diseret dari selokan! Kalian ngapain di desa?!"

"Nenek... Nenek sakit," dusta Ashana, suaranya nyaris tak terdengar.

"Bohong!" sahut Ravindra tajam.

"Aku barusan telepon Nenekmu. Beliau baik-baik aja! Dia malah balik nanya kenapa kamu belum sampe dari kemarin!" Ia mendekati Ashana, menangkup wajah istrinya dengan kedua tangan, ibu jarinya mengusap noda lumpur kering di pipinya.

Lihat selengkapnya